Minggu, 30 November 2008

ayam yang berkerlahi dengan elang

rabu,3,12,2008

Di suatu daerah pertanian, hiduplah dua ekor ayam jantan yang saling bermusuhan dan sering berkelahi antara keduanya. Pada suatu hari, mereka memulai pertengkaran dan kembali berkelahi, saling mematuk dan mencakar. Mereka berkelahi terus hingga salah satunya di kalahkan dan lari menjauh ke sudut untuk bersembunyi.
Ayam jantan yang memenangkan perkelahian itu dengan bangganya terbang ke atas atap kandang, dan mengkepak-kepakkan sayapnya, berkokok dengan sangat bangga dan kerasnya seolah-olah dia ingin memberi tahukan ke seluruh dunia tentang kemenangannya. Tetapi saat itu seekor burung elang yang terbang di udara mendengar dan akhirnya melihat ayam tersebut di atas atap. Burung elang tersebut akhirnya turun dan menyambar dan menerkam ayam jantan yang jadi pemenang tadi untuk dibawa ke sarangnya.
Ayam yang satunya yang tadinya dikalahkan, melihat seluruh kejadian itu dan keluar dari tempat persembunyiannya dan mengambil tempat sebagai pemenang di perkelahian tadi.

tamat.

anak kambing dan serigala

rabu,3,12,2008

Seekor anak kambing yang sangat lincah telah ditinggalkan oleh penggembalanya di atas atap jerami kandang untuk menghindari anak kambing itu dari bahaya. Anak kambing itu mencari rumput di pinggir atap, dan saat itu dia melihat seekor serigala dan memandang serigala itu dengan raut muka yang penuh dengan ejekan dan dengan perasaan yang penuh kemenangan, dia mulai mengejek serigala tersebut, walaupun pada saat itu dia tidak ingin mengejek sang Serigala, tetapi karena dia merasa serigala tersebut tidak akan dapat naik ke atas atap dan menangkapnya, timbullah keberaniannya untuk mengejek.
Serigala itupun menatap anak kambing itu dari bawah, "Saya mendengarmu," kata sang Serigala, "dan saya tidak mendendam pada apa yang kamu katakan atau kamu lakukan ketika kamu diatas sana, karena itu adalah atap yang berbicara dan bukan kamu."

tamat.

kepiting muda dan ibunya

rabu,3,12,2008

"Mengapa kamu berjalan ke arah samping seperti itu?" tanya ibu kepiting kepada anaknya. "Kamu harus berjalan lurus ke depan dengan jari-jari kaki yang menghadap keluar."
"Perlihatkanlah saya cara berjalan yang baik bu," kata kepiting kecil itu kepada ibunya, "Saya sangat ingin belajar."
Mendengar kata anaknya, ibu kepiting tersebut mencoba untuk berjalan lurus ke depan. Tetapi dia hanya bisa juga berjalan ke arah samping, seperti cara anaknya berjalan. Dan ketika ibu kepiting tersebut mencoba untuk memutar jari-jari kakinya ke arah luar, dia malah tersandung dan terjatuh ke tanah. hidungnya pun mengenai tanah terlebih dahulu.

tamat.

tanah dan batu.

selasa,2,12,2008

pada suatu hari ada dua orang sahabat yang sedang berjalan-jalan. sepanjang perjalanan, mereka berdebat tentang sesuatu. dan salah seorang dari mereka menampar temannya. namun temannya yang satu lagi mengambil sebuah ranting pohon, dan menulisnya di tanah : hari ini teman baikku menamparku karena kesal setelah berdebat. melihat itu temannya yang satu lagi pun bingung dan terus berjalan. mereka berdua pun berjalan terus-menerus dan menemukan sebuah sungai. mereka berdua memutuskan untuk mandi. namun ketika ingin ketepi sungai temannya yang di tamapr tadi terpeleset dan jatuh. ia pun tenggelam terbawa arus. namun temannya yang tadi menamparnya pun menolongnya. ketika selamat ia pun menulisnya di batu : hari ini teman baik yang tadi menamparku, menyelamatkan nyawaku. melihat itu teman yang menamparnya pun bilang "kenapa kau ini aneh sekali? aku tak mengerti sikapmu ini! tadi ketika aku menamparmu kau menulisnya di tanah, lalu ketika aku menolongmu kau menulisnya di batu. apa maksudmu ini?" tanya teman yang menamparnya. "maksudku adalah, aku sengaja menenulis perbuatan kasar dan jahat mu ditanah. karena kalau di tanah nanti tertiup angin makan akan hilang. itu artinya segala perbuatan kasarmu terhadapku akan aku maafkan. dan berbuatan baik mu ku tulis di batu karena kalau batu tertiup angin tulisan itu tidak akan hilang dan itu artinya segala perbuatan baikmu akan selalu ku ingat dan ku kenang." mendengar itu teman yang tadi menamparnya pun segera meminta maaf padanya. dan sejak saat itu mereka berdua benar-benar menjadi sepasang sahabat sejati yang taakan pernah terputuskan tali persahabatannya untuk selamanya.

tamat.

dua orang pengembara dan sekantung emas

selasa,2,12,2008

pada suatu hari ada dua orang pengembara yang sedang berjalan. mereka berdua adalah sahabat. namun ketika berjalan tak sengaja pengembara yang kedua menemukan sebuah kantung berisi emas. "lihat!lihat! saya menemukan emas!" kata pengembara yang kedua. mendengar itu si pengembara yang pertama pun bialng "jangan bilang SAYA bilanglah KITA karena kita berdua adalah sahabat!" namun orang yang kedua pun tak rela dan bilang "SAYA!, karena saya lah yang menemukan, dan mengambil emas ini! maka emas ini menjadi milik SAYA sepenuhnya!" kata orang yang kedua. namun saat itu datang banyak sekali warga yang meneriakinya " pencuri! tertangkapkau!" dari jauh. "gawat! kita berdua dalam bahaya!" teriak orang yang kedua. "kita?!" tanya orang yang pertama bingung dan kesal. "tadi kau bilang pada ku 'SAYA lah yang menemukan emas itu! dan emas itu milik
SAYA sepenuhnya!' dan sekarang kaulah yang tertangkap! bukan KITA!" kata pengembara yang pertama. lalu kemudian ia pun selamat, dan pengembara yang keduapun ditangkap oleh warga dan dipukuli ramai-ramai.

tamat.

katak dan kerbau

selasa,2,12,2008

pada suatu hari, ada seekor kerbau
yang berjalan ketepi sungai. namun ketika berjalan, tak terasa ia menginjak seekor anak katak. dan anak katak itu pun mati. melihat itu anak katak yang tersisa pun segera melapor kepada ibunya. "ibu!ibu! ada seekor hewan yang sangat besar menginjaknya!" mendengar perkataan anaknya sang ibu katak pun sedih. ia juga sangat marah kepada hewan yang menginjak anaknya itu. "apakah hewan itu sebesar ini?!" tanya ibu katak sambil meniup dirinya sendiri sehingga tubuhnya membesar. melihat itu anak-anak katak pun bilang "tidak! tidak, ia lebih besar lagi!" kata salah satu anak katak. "benarkah? kalau begitu apakah ia sebesar ini?!" tanya ibu katak sambil meniup dirinya sendiri lebih kuat lagi. "oh, jauh lebih besar lagi!" kata mereka serempak. lalu ibu katak pun meniup dirinya sekali lagi dengan mengerahkan seluruh tenaganya. namun karena terlalu besar ibu katak ini pun meledak. ia pun mati. para anak katak ini pun terkejut dan sedih karena ibunya telah mati.

tamat.

kisah seorang anak pengembala dan serigala

senin,1,12,2008

pada suatu hari hiduplah seorang anak pengambala. kedua orang tuanya sudah meninggal, dan ia bekerja pada seorang bangsawan menjadi mengembalanya. bangsawan itu mempunyai domba-domba yang banyak. dan domba itu diserahkan kepada si anak. sang bangsawan itu mengajarkan sesuatu kepada si anak yaitu "kalau kau melihat serigala yang hendak memakan dombamu, segeralah berlari ke arah penduduk desa menyelamatan domba itu dan berteriak "ada serigala!! ada serigala..!" sekeras-kerasnya." namun suatu hari saat ia mengajak dombanya memakan rumput di pinggir hutan, ia merasa sangat bosan, dan di pikirannya muncul pikiran untuk menipu para warga desa. dan karena sangat bosan ia pun segera berlari ke arah penduduk desa dan berteriak sekancang-kencangnya. "tolong aku..! ada serigala!! ada serigala!!" dan seperti yang majikannya katakan penduduk desa langsung meninggalkan pekerjaannya dan mengambil senjata. mereka langsung menghampiri si anak. dan bertanya "kau baik-baik saja nak? mana serigalanya?" dan mendengar itu si anak pun langsung tertawa terbahak-bahak. penduduk kampung pun kesal dan meninggalkan si anak. lalu keesokkan harinya ia melakukan hal yang sama. dan kali ini ia membawa seekor dombanya yang telah ia olesi lumpur. serigala yang kotor ini akan di sangka warga hampir di makan serigala! pikirnya. dan kemudian ia pun berteriak "ada serigala!! ada serigala!!" dan seperti biasa penduduk desa pun segera menghampirinya. namun yang mereka lihat hanya si anak yang tertawa terbahak-bahak. namun keesokan harinya saat ia akan menipu warga lagi, munculah beberapa ekor serigala melihat itu ia pun takut dan berlari kedesa. "ada serigala!! ada serigala!! tolong aku!!" namun ketika ia berteriak sampai suaranya serak dan mengecil pun tak ada seorang penduduk desa pun yang mempedulikannya. "kami tak akan pernah tertipu lagi dengan kebohonganmu!" teriak seorang warga dan kemudian menggebrakkan pintunya. namun saat itu selesai menyantap domba-dombanya, para serigala itu mendatanginya dan menangkapnya. dan keesokan harinya ia di temukan warga sudah mati di makan serigala.

tamat.

rubah dan buah anggur

senin,1,12,2008

pada suatu hari yang cerah, ada seorang rubah yang sedang berjalan-jalan. rubah itu melihat sebuah pohon anggur. pohon tersebut memiliki buah anggur yang lezat. dan buahnya banyak bergelantungan. melihat itu sang rubah pun ingin memakan anggur itu. ia berusaha melompat agar dapat memetik anggur itu. namun ketika berkali-kali mencoba, ia tidak juga dapat memetik anggur itu. dan karena malu dan kesal ia pun bilang "ah, betapa bodohnya aku! itukan cuma anggur yang tidak enak saja!" dan kemudian ia pun pulang.

tamat.

Sabtu, 29 November 2008

burung gagak dan kejunya

senin,1,12,2008

pada suatu hari sang burung gagak di berikan keju oleh seorang anak. kemudian sang burung gagak itu punberterima kasih dan pergi ke sarangnya dengan hati senang. dan saat ia terbang ada seekor rubah jahat yang melihat keju yang ada di paruh sang gagak. melihat itu sang rubah pun mengincar keju itu. ia pun berlari mengikuti si gagak dari darat. ketika sampai di sarangnya sang rubah tiba di depannya dan tiba-tiba saja memujinya. kemudian si rubah menyuruhnya bernyanyi. dan ia pun menyetujuinya. namun ketika ia membuka mulutnya keju tersebut jatuh. dan si rubah pun cepat-cepat mengambilnya sebelum keju itu jatuh ketanah. dan melihat itu si gagak pun sedih karena kejunya telah di ambil oleh si rubah. dan setelah itu ia pun kesal dan berjanji kalau ia tidak akan percaya lagi kalau ada hewan yang memujinya.

tamat.

keledai yang menyamar menjadi singa

minggu,30,11,2008

pada suatu hari di tengah hutan, keledai menemukan kulit singa. "ini pasti kulit dari singa yang di buru!" pikirnya. "dengan kulit singa ini aku bisa menyamar menjadi singa dan menakut-nakuti seluruh hutan ini!" kata si keledai. kemudian ia pun memakai kulit singa itu dan berjalan keliling hutan. para hewan lain yan melihatnya langsung lari tunggang langgang karena ketakutan. melihat itu si keledai hanya tertawa saja melihat hewan-hewan bodoh yang bisa ia tipu. namun ketika ia melihat seekor rubah, ia berencana menakuti rubah itu. ia pun membuka mulutnya. dan mengaum. namun ketika ia berencana mengaum seperti singa, yang keluar malah suara ringkikan keledai. mendengar itu ia pun terkejut dan malu. sang rubah pun menertawainya. "hahaha..! kau ini bodoh sekali keledai! kau menakuti semua hawan termasuk aku juga. tapi sekarang aku tidak takut sama sekali! padahal kalau tadi kau diam saja dan tidak mengeluarkan suara ringkikanmu yang parau, aku akan langsung lari tunggang langgang katakutan!" kata si rubah dan kemudian pergi. mendengar itu si keledai pun jera dan berjanji tidak akan menakut-nakuti hewan lain lagi. dan ia pun malu dan langsung pulang kerumahnya.

tamat.

kisah gadis pemerah susu

minggu,30,11,2008

pada suatu hari ada seorang gadis yang sedang memerah susu sapi. selesai memerah ia berpikir. "sesudah ini susu sapi ini akan kujadiakan keju! dan kujual kepasar. lalu uangnya akan kubelikan telur-telur ayam. dan telur itu akan ku buat menetas. setelah menetas di halamanku akan ada banyak sekali ayam-ayam. sesudah mereka besar aku akan menjualnya. dan hasilnya akan ku belanjakan gaun-gaun yang indah. dan setelah itu akan banyak laki-laki tampan yang akan merayuku menjadi istrinya! " tapi yang akan kucari hanyalah yang kaya saja! namun selesai berpikir ternyata ember-ember berisi sus itu sudah jatuh! dan susunya tumpah. melihat itu ia pun terkejut. semua impiannya hancur dan ia pun menangis sedih.

tamat.

kisah dua orang pengembara

minggu,30,11,2008

Pada suatu hari yang cerah, ada dua orang pengembara yang sedang berjalan di sekitar hutan. namun tiba-tiba datang seekor beruang yang sangat besar. beruang itu hendak memangsa mereka. namun teman si pengembara yang satu lagi langsung berlari dan memanjat pohon. ia bersembunyi disana tanpa memikirkan temannya yang satu lagi. sementara itu temannya yang hampir di mangsa beruang itu pun segera membaringkan dirinya di tanah. itu karena kata orang-orang beruang tidak akan memangsa orang atau hewan yang sudah meninggal. dan karena merasa puas sang beruang pun pergi. namun sebelum pergi si beruang terlihat membisikan sesuatu kepada si pengembara yang terbaring itu. lalu si beruang pun langsung pergi. melihat si beruang sudah sangat jauh, temannya yang di atas pohon pun langsung turun dan menghampiri temannya yang satu lagi. "kelihatannya beruang tadi membisikan sesuatu kepadamu! apa yang ia bisikan?" kata temannya. lalu si pemngembara itu pun bilang "ia bilang, sungguh tak bijaksana meninggalkan temannya yang hampir mati! dan naik ke atas pohon!"
dan setelah itu mereka tidak pernah berteman lagi.

tamat.

Jumat, 28 November 2008

tujuh ekor burung gagak

sabtu,29,11,2008

Dahulu, ada seorang laki-laki yang memiliki tujuh orang anak laki-laki, dan laki-laki tersebut belum memiliki anak perempuan yang lama diidam-idamkannya. Seriiring dengan berjalannya waktu, istrinya akhirnya melahirkan seorang anak perempuan. Laki-laki tersebut sangat gembira, tetapi anak perempuan yang baru lahir itu sangat kecil dan sering sakit-sakitan. Seorang tabib memberitahu laki-laki tersebut agar mengambil air yang ada pada suatu sumur dan memandikan anak perempuannya yang sakit-sakitan dengan air dari sumur itu agar anak tersebut memperoleh berkah dan kesehatan yang baik. Sang ayah lalu menyuruh salah seorang anak laki-lakinya untuk mengambil air dari sumur tersebut. Enam orang anak laki-laki lainnya ingin ikut untuk mengambil air dan masing-masing anak laki-laki itu sangat ingin untuk mendapatkan air tersebut terlebih dahulu karena rasa sayangnya terhadap adik perempuan satu-satunya. Ketika mereka tiba di sumur dan semua berusaha untuk mengisi kendi yang diberikan kepada mereka, kendi tersebut jatuh ke dalam sumur. Ketujuh anak laki-laki tersebut hanya terdiam dan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengambil kendi yang jatuh, dan tak satupun dari mereka berani untuk pulang kerumahnya.
Ayahnya yang menunggu di rumah akhirnya hilang kesabarannya dan berkata, "Mereka pasti lupa karena bermain-main, anak nakal!" Karena takut anak perempuannya bertambah sakit, dia lalu berteriak marah, "Saya berharap anak laki-lakiku semua berubah menjadi burung gagak." Saat kata itu keluar dari mulutnya, dia mendengar kepakan sayap yang terbang di udara, sang Ayah lalu keluar dan melihat tujuh ekor burung gagak hitam terbang menjauh. Sang Ayah menjadi sangat menyesal karena mengeluarkan kata-kata kutukan dan tidak tahu bagaimana membatalkan kutukan itu. Tetapi walaupun kehilangan tujuh orang anak laki-lakinya, sang Ayah dan Ibu masih mendapatkan penghiburan karena kesehatan anak perempuannya berangsur-angsur membaik dan akhirnya anak perempuan tersebut tumbuh menjadi gadis yang cantik.
Gadis itu tidak pernah mengetahui bahwa dia mempunyai tujuh orang kakak laki-laki karena orangtuanya tidak pernah memberitahu dia, sampai suatu hari secara tidak sengaja gadis tersebut mendengar percakapan beberapa orang, "Gadis tersebut memang sangat cantik, tetapi gadis tersebut harus disalahkan karena mengakibatkan nasib buruk pada ketujuh saudaranya." Gadis tersebut menjadi sangat sedih dan bertanya kepada orangtuanya tentang ketujuh saudaranya. Akhirnya orangtuanya menceritakan semua kejadian yang menimpa ketujuh saudara gadis itu. Sang Gadis menjadi sangat sedih dan bertekad untuk mencari ketujuh saudaranya secara diam-diam. Dia tidak membawa apapun kecuali sebuah cincin kecil milik orangtuanya, sebuah roti untuk menahan lapar dan sedikit air untuk menahan haus.
Gadis tersebut berjalan terus, terus sampai ke ujung dunia. Dia menemui matahari, tetapi matahari terlalu panas, lalu dia kemudian menemui bulan, tetapi bulan terlalu dingin, lalu dia menemui bintang-bintang yang ramah kepadanya. Saat bintang fajar muncul, bintang tersebut memberikan dia sebuah tulang ayam dan berkata, "Kamu harus menggunakan tulang ini sebagai kunci untuk membuka gunung yang terbuat dari gelas, disana kamu akan dapat menemukan saudara-saudaramu.
Gadis tersebut kemudian mengambil tulang tersebut, menyimpannya dengan hati-hati di pakaiannya dan pergi ke arah gunung yang di tunjuk oleh bintang fajar. Ketika dia telah tiba di gunung tersebut, dia baru sadar bahwa tulang untuk membuka kunci gerbang gunung telah hilang. Karena dia berharap untuk menolong ketujuh saudaranya, maka sang Gadis lalu mengambil sebilah pisau, memotong jari kelinkingnya dan meletakkannya di depan pintu gerbang. Pintu tersebut kemudian terbuka dan sang Gadis dapat masuk kedalam, dimana seorang kerdil menemuinya dan bertanya kepadanya, "Anakku, apa yang kamu cari?" "Saya mencari tujuh saudaraku, tujuh burung gagak," balas sang Gadis. Orang kerdil tersebut lalu berkata, "Tuanku belum pulang ke rumah, jika kamu ingin menemuinya, silahkan masuk dan kamu boleh menunggunya di sini." Lalu orang kerdil tersebut menyiapkan makan siang pada tujuh piring kecil untuk ketujuh saudara laki-laki sang Gadis yang telah menjadi burung gagak. Karena lapar, sang Gadis mengambil dan memakan sedikit makanan yang ada pada tiap-tiap piring dan minum sedikit dari tiap-tiap gelas kecil yang ada. Tetapi pada gelas yang terakhir, dia menjatuhkan cincin milik orangtuanya yang dibawa bersamanya.
Tiba-tiba dia mendengar kepakan sayap burung di udara, dan saat itu orang kerdil itu berkata, "Sekarang tuanku sudah datang." Saat ketujuh burung gagak akan mulai makan, mereka menyadari bahwa seseorang telah memakan sedikit makanan dari piring mereka. "Siapa yang telah memakan makananku, dan meminum minumanku?" kata salah satunya. Saat burung gagak yang terakhir minum dari gelasnya, sebuah cincin masuk ke mulutnya dan ketika burung tersebut memperhatikan cincin tersebut, burung gagak tersebut berkata, "Diberkatilah kita, saudara perempuan kita yang tersayang mungkin ada disini, inilah saatnya kita bisa terbebas dari kutukan." Sang Gadis yang berdiri di belakang pintu mendengar perkataan mereka, akhirnya maju kedepan dan saat itu pula, ketujuh burung gagak berubah kembali menjadi manusia. Mereka akhirnya berpelukan dan pulang bersama ke rumah mereka dengan bahagia.

tamat.

gagak yang pintar

sabtu,29,11,2008

Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit. Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.
Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang burung Gagak.
dan akhirnya ia pun bisa meminum air yang di dalamnya.

tamat.

semut dan belalang

sabtu,29,11,2008

Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.
"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"
"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.

tamat.

rachel dan batu bertuah

jumat,28,11,2008

Di ujung jalan Orchard Lane, berderet tiga buah pondok. Rachel Green menghuni pondok mungil yang di tengah. Pondok itu diapit dua pondok dengan ukir-ukiran aneh. Berupa sosok makhluk seram yang menyeringai pada setiap orang yang lewat. Maklumlah! Dua pondok itu milik milik dua penyihir.
Rachel benci tinggal di situ. Karena kedua tetangganya itu selalu bertengkar. Padahal mereka kakak beradik. Snatch, sang kakak, bertubuh panjang dan kurus. Hidungnya lancip, matanya hitam seperti manik-manik. Ia selalu memakai lipstik warna ungu dan sepasang giwang jamrud besar. Kadang-kadang, juga topi amat besar, dengan kembang-kembang liar bercuatan. Sebenarnya topi itu sangat aneh. Tapi tak ada orang yang berani menertawakan.
Grab, si penyihir adik, seperti terbuat dari tomat. Ia memakai rompi abu-bau dan rok hitam. Stoking tebalnya berwarna kelabu, yang selalu memiliki beberapa lubang. Wajahnya gemuk dan berbintik-bintik, rambutnya kelabu ikal.
Dulu kala, Penyihir Agung memberi kakak beradik ini sebuah batu ajaib. Terbuat dari tanduk unicorn (kuda bercula satu) dan sayap naga. Batu itu bisa untuk mengobati segala jenis penyakit. Juga bisa untuk mengutuk.
Pada musim panas, batu ajaib itu berwarna biru indah, seperti lautan. Pada musim dingin ia bersinar bagai emas murni. Kakak beradik itu tak ingin bergantian memakainya. Masing-masing ingin memilikinya sendiri. Itu sebabnya mereka selalu bertengkar hebat. Pertengkaran dengan memakai kekuatan dari batu itu.
Jika sedang bertengkar, kedua penyihir itu menciptakan hujan. Sudah dua tahun hujan turun terus-menerus. Itu masih belum seberapa. Yang membuat ibu Rachel kesal adalah jika mereka saling melempar kilatan petir. Petir-petir itu sering mendarat di kebun belakang pondok Rachel. Ibu Rachel jadi tak berani menjemur cucian. Snatch dan Grab begitu sibuk bertengkar, hingga lupa dimana mereka meletakkan batu itu.
Suatu hari, ibu dan ayah Rachel duduk di beranda belakang. Rachel bermain-main sendiri di kebun depan. Tiba-tiba Rachel melihat sebuah benda berkilauan bagai genangan air teronggok di samping pintu pagar. Itulah batu ajaib. Aah, cantiknya! Kilaunya begitu dalam dan biru bagai air danau. Ketika Rachel sedang mengamatinya, batu itu berkata, "Mereka menjatuhkanku. Apakah kau percaya, heh?"
Rachel menggeleng. Batu ajaib meneruskan, "Selama bertahun-tahun mereka bertengkar memperebutkanku. Kemudian mereka menjatuhkanku dan bahkan tidak peduli kalau aku hilang. Sungguh konyol! Gara-gara memeprebutkan aku, mereka sudah menyusahkan keluargamu!" batu itu menarik napas dalam. Begitu juga Rachel.
"Mereka itu kasar," cetus Rachel. "Kita harus memberi mereka pelajaran."
"Tapi, nampaknya aku tak bisa," jawab batu itu dengan suara sedih, "Mereka terus-menerus bertengkar dengan kekuatan dariku. Sehingga kekuatan ajaibku hampir habis. Dulu aku jadi hiasan mahkota Raja Mesir yang tampan. Lalu pindah ke tangan seorang puteri duyung cantik. Oh, kini aku milik kedua penyihir tolol itu. Kalau kukerahkan kekuatanku untuk melerai mereka sekarang, kekuatanku akan habis. Dan aku akan menjadi batu biasa."
Saat batu ajaib bercerita, terdengar suara berdebum keras di kebun belakang. Rachel melihat segumpal asap kuning membubung di belakang rumah. Rachel berlari ke kebun belakang. Wajahnya pucat pasi! Di atas dua kursi kanvas, tempat ayah dan ibunya tadi duduk, ada dua tanaman besar. Rupanya Snacth berniat menyihir Grab menjadi tanaman besar. Tapi sihirannya salah sasaran. Akhirnya kedua orang tua Rachel yang menjadi tanaman!
Rachel kembali ke batu ajaib dan menceritakannya. "Kau harus menolongku, sekarang juga," isak Rachel.
"Baiklah," jawab batu ajaib, "Aku tak peduli lagi jika aku menjadi batu biasa. Kedua penyihir tolol ini sudah keterlaluan. Kekuatanku dipakai untuk mengubah orang tuamu menjadi tanaman… Betul-betul keterlaluan…"
Batu ajaib itu mengeluarkan kilaunya. Lalu menyala sampai ada percik-percik oranye beterbangan. Kemudian ia bergumam. Terdengarlah suara mantera anggun, membuat kebun belakang berguncang.
Tiba-tiba batu itu berseru, "Penyihir-penyihir tolol, hentikan pertikaian kalian!" Lalu nampak cahaya berkilatan, suara benturan keras, dan batu itu berubah warna menjadi biru kembali.
Rachel kini bisa mendengar lagi suara kedua orang tuanya mengobrol di taman belakang. Ia menarik napas lega. Bagaimana nasib Snatch dan Grab? Luar biasa! Terjadi perubahan besar! Grab keluar rumah dan berjalan menghampiri Snacth.
"Hai, senang bertemu denganmu," sapa Grab.
Snatch menjawab hangat, "Hai, apa kabarmu?"
Setelah bertukar salam, Grab mengajak kakak perempuannya masuk rumah. Sebelum mereka masuk Rachel memanggil mereka, "Hai, aku telah temukan batu bertuah kalian."
Mereka berdua berpandangan. Lalu menjawab serempak, "Batu? Batu apa?"
Rachel memperlihatkan batu ajaib yang kini berwarna biru suram.
"Oh, batu itu!" ujar mereka, "Simpan sajalah!"
Rachel lalu menyimpan batu yang kini tidak punya kekuatan lagi. Grab dan Snatch tak pernah bertengkar lagi. Pondok Rachel pun tak lagi kena guyuran hujan di musim panas.
Ketika dewasa, Rachel menjadikan batu itu bros. Ia memakainya di acara-acara istimewa. Pada musim panas sinarnya biru molek, pada musim dingin keemasan. Rachel sangat menyayangi batu itu. Sebab mengingatkan dia bahwa bertengkar itu bodoh. Lagipula, siapa lagi yang memiliki bros yang terbuat dari tanduk unicorn dan sayap naga? Bros yang pernah menjadi milik seorang Raja Mesir, putri duyung, dan dua tukang tenung bodoh.

tamat.

juragan beras

jumat,28,11,2008

pada zaman dahulu di Jepang hiduplah seorang kesatria yang gagah berani. Orang-orang memanggilnya Tawara Toda atau Juragan Beras. Nama aslinya adalah Fujiwara Hidesato. Penduduk memiliki alas an kuat kenapa ia diberi gelar Juragan Beras dan berikut ini adalah kisahnya.
Suatu hari Hidesato pergi berkelana. Sebagai seorang ksatria, ia tidak betah duduk berlama-lama tanpa melakukan apapun. Maka dengan membawa dua pedangnya dan busur raksasanya, ia berangkat mencari petualangan.
Setelah berjalan cukup jauh ia sampai di sebuah jembatan yang menghubungkan kedua sisi Danau Biwa yang cantik. Ia baru saja melewati undakan menaiki jembatan ketika ia melihat bahwa di tengah jembatan melintang seekor naga yang sangat besar. Tubuhnya lebih besar dari batang pohon beringin dan menutupi seluruh badan jembatan. Kepalanya bersandar di sisi jembatan di seberang Danau Biwa sementara buntutnya melingkar di depan hidung Hidesato. Monster itu tampak sedang tidur. Kepulan asap tkeluar dari lubang hidungnya seperti asap yang keluar dari cerobong.
Awalnya Hidesato ampir mengurungkan niatnya untuk menyebrangi jembatan. Namun jiwa ksatriamya menuntutnya untuk meneruskan perjalanan. Maka disingkirkannya rasa takutnya. Ia mulai berjalan di atas tubuh si Naga. Cring…cring suara sepatu besinya beradu dengan sisik naga yang keras.
Ia baru saja turun dari jembatan ketika ia mendengar seseorang memanggilnya. Ia terkejut saat menengok ternyata naga raksasa itu telah hilang. Di tengah jembatan itu kini berdiri seorang laki-laki. Ia membungkuk dalam-dalam kea rah Hidesato. Di kepalanya sebuah mahkota berbentuk naga bertengger. Baju yang dipakainya pun bercorak sisik naga. Mungkinkah ia penjelmaan naga raksasa tadi? Hidesato segera mendekatinya.
“Apa kau yang memanggilku?” tanya Hidesato.
“Benar tuan,” kata orang asing itu. “Aku punya satu permohonan. Maukah Tuan mengabulkannya?”
“Kalau aku bisa, pasti aku lakukan. Tapi siapakah anda?” tanya Hidesato.
“Saya adalah Raja Naga di danau ini. Rumahku ada di dasar danau tepat di bawah jembatan ini,” katanya.
“Apa yang bisa kubantu?” tanya Hidesato.
“Kami sudah tinggal di danau ini selama bertahun-tahun. Kami adalah keluarga besar. Namun beberapa tahun ini kami hidup dalam ketakutan karena raja Kaki seribu yang jahat sudah mengetahui tempat kediaman kami, dan setiap malam ia datang untuk memangsa keluargaku satu persatu. Aku tidak berdaya melawannya. Jika tidak dihentikan, seluruh keluargaku dan bahkan aku sendiri akan jadi mangsanya. Oleh karena itu aku mencoba mencari seorang pemberani yang bisa menolong kami. Aku sengaja menunggu di jembatan ini dengan bentuk seekor naga yang menakutkan dengan harapan ada seseorang yang tidak takut melewatiku. Namun semua orang lari ketakutan begitu melihatku, andalah orang pertama yang berani melangkahi tubuhku. Jadi aku yakin anda adalah orang yang tepat untuk aku mintai pertolongan. Maukah anda membantu kami membunuh raja Kaki seribu itu?” kata raja Naga.
Hidesato merasa kasihan mendengar cerita tersebut dan ia berjanji untuk membantu semampunya.
Karena raja Kaki seribu selalu datang setiap malam untuk mencari mangsanaya, Hidesato memutuskan untuk menunggunya di istana raja Naga.
Hidesato pernah mendengar keindahan istana raja Laut yang luar biasa dimana semua dayang dan prajuritnya adalah ikan-ika laut. Namun istana raja Naga di dasar danau Biwa ini pun sangat mengagumkan. Dinding-dinding istana yang megah terbuat dari batu marmer putih yang berkilau. Ikan-ikan emas yang gemulai, kepiting-kepiting merah dan kerang-kerang perak menyambut kedatangan raja dan dirinya. Sangat mengherankan bagi Hidesato karena meskipun ia berada di dalam air, ia tetap bisa bernafas dan pakaiannya tidak basah sedikit pun.
Hidangan makan malam pun disajikan. Makanannya sangat luar biasa, terdiri dari daun dan bunga lotus. Sumpitnya terbuat dari kayu eboni yang langka. Para penari yang adalah ikan-ikan emas berlenggok dengan gemulai diiringi musik yang dimainkan 10 ekor kepiting merah. Mereka terus menghiburnya hingga tengah malam ketika semua penghuni istana bergegas menyembunyikan diri. Tinggal raja Naga yang menemani Hidesato di balkon istana. Lalu dari kejauhan terdengar bunyi gemuruh seakan-akan suara ribuan tentara sedang berlari mendekat. Ternyata itu adalah langkah kaki raja Kaki seribu yang sedang menuju istana raja Naga. Hidesato melihat sepasang mata bak bola api yang sangat terang bergerak semakin mendekat. Raja Naga berdiri gemetar di samping Hidesato.
“Ka…Kaki seribu! Itu raja Kaki seribu! Ia datang untuk memangsa kami! Kini saatnya kau membunuhnya,” seru raja Naga.
Hidesato mengikuti arah yang ditunjuk raja Naga. Dan memang di belakang sepasang bola api itu, Hidesato melihat tubuh raja Kaki seribu yang sangat panjang dan besar merayapi punggung gunung dan semakin mendekati istana raja Naga.
“Jangan takut! Aku pasti bisa membunuhnya. Tolong ambilkan panah dan busurku!” kata Hidesato.
Raja segera membawakan panah dan busur Hidesato. Ternyata hanya tinggal 3 anak panah yang tersisa. Dengan hati-hati Hidesato mengarahkan busurnya ke arah Kaki seribu dan anak panah pun melesat dengan cepat.
Anak panah itu mengenai tepat di antara dua bola mata raja Kaki seribu. Namun alih-alih menancap di tubuhnya, anak panah itu mental dan terjatuh. Hidesato segera mengambil anak panahnya yang kedua dan membidikkannya. Kali ini pun tepat mengenai tempat yang sama. Dan tidak sedikit pun membuat luka di badannya. Raja Kaki seribu ternyata kebal terhadap senjata. Raja Naga semakin gemetar ketakutan.
Kini anak panah Hidesato hanya tinggal satu buah lagi. Jika ia tidak berhasil kali ini, maka mereka semua akan habis dimangsanya. Tiba-tiba ia ingat bahwa ia pernah mendengar sesorang berkata saliva manusialah yang bisa melumpuhkan Kaki seribu. Tapi ini bukanlah Kaki seribu biasa. Panjangnya saja tujuh kali diameter gunung. Tapi tidak ada salahnya mencoba, pikir Hidesato.
Ia mengambil anak panahnya yang terakhir dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Lalu dengan sangat cepat ia membidik targetnya. Kali ini pun anak panahnya mendarat di tempat yang sama. Namun kali anak panahnya menancap dengan kuat tepat di sasaran. Dan Bum! Tubuh Kaki seribu terhempas ke tanah lalu mati. Para penghuni istana yang diam-diam menonton dengan penuh harap bersorak gembira. Kini mereka terbebas dari terror yang selama ini menghantui mereka.
Pesta pun kembali digelar. Kali ini lebih meriah dari yang sebelumnya. Hidangan terbaik dihidangkan dan minuman yang paling special pun dituangkan. Raja berusaha membujuk Hidesato untuk tinggal di istana sebagai ucapan terima kasihnya. Namun Hidesato dengan ramah menolaknya. Ia teringat akan keluarganya yang ia tinggalkan dan karena tugasnya telah selesai kini ia harus kembali pada mereka.
Dengan berat hati, raja Naga dan keluarganya melepas kepergian Hidesato. Sebagai tanda terima kasih, raja memaksa Hidesato untuk menerima hadiah yang ia berikan. Puluhan prajurit istana Naga diperintahkan untuk membawakan hadiah-hadiah tersebut. Dan karena mereka akan menempuh perjalanan di darat, mereka berubah wujud menjadi manusia dengan hiasan naga di kepala mereka. Hadiah raja Naga terdiri dari: sebuah lonceng tembaga yang sangat besar, sekarung beras, satu gulungan kain sutra, sebuah panic untuk memasak dan sebuah lonceng kecil. Setelah mengucapkan selamat tinggal Hidesato meninggalkan istana diiringi ucapan terima kasih dari seluruh penghuni istana.
Singkatnya Hidesato tiba dengan selamat di rumahnya. Keluarganya yang telah menunggunya dengan cemas, menyambut kedatangannya dengan gembira. Setelah menyerahkan semua hadiah yang dibawanya, prajurit yang membawa hadiah-hadiah tersebut menghilang.
Hadiah-hadiah itu ternyata bukan benda biasa. Semuanya adalah benda-benda ajaib. Hidesato menghadiahkan lonceng besarnya ke kuil untuk dibunyikan setiap jam 12 siang. Suaranya bisa terdengar hingga puluhan desa di sekitarnya.
Kain sutranya tidak pernah habis meskipun sudah ia potong untuk membuat pakaian seluruh keluarganya. Apapun yang istrinya masak di panci ajaib akan menjadi masakan yang lezat meskipun tidak ditambahkan bumbu ke dalamnya. Beras yang dibawanya tidak pernah berkurang sedikit pun meskipun ia dan keluarganya telah menggunakannya berhari-hari. Hidesato pun membaginya kepada tetangga-tetannga yang memerlukannya.
Kebiasaannya membagi-bagikan beras itulah yang membuatnya dijuluki Sang Juragan Beras.
Demikianlah kisah prajurit pemberani dari Jepang yang bernama Hidesato.

tamat.

bende wasiat

jumat,,28,11,2008


Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi…. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung…nguuuung…..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi.
"Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."

tamat.

Rabu, 26 November 2008

kiki dan kiku

kamis,27,11,2008

Ada dua ekor burung kecil yang tinggal di dahan pohon. Mereka bernama Kiki dan Kiku. Kedua burung itu bersahabat, tetapi tabiat mereka berbeda. Kiki selalu bangun pagi sebelum matahari terbit. Ia berolahraga di dahan-dahan pohon, meloncat dari dahan ke dahan, terbang mengelilingi pohon-pohon dan menyanyi. Kiki paling senang, bila ia dapat melihat matahari terbit.
"Selamat pagi, matahari yang baik," sapa Kiki ramah.
"Selamat pagi juga, Kiki! Ho ho ho, pagi ini lagi-lagi kau bangun lebih pagi dariku," sahut Matahari.
Matahari dan Kiki hampir setiap hari mengobrol. Kalau Kiki rajin bangun pagi, Kiku sebaliknya. Ia tak pernah bangun kalau matahari belum berada di atas pucuk pohon. Karena tidur terlalu lama dan jarang berolahraga, Kiku sering sakit. Kiki jengkel dengan kemalasan Kiku. Karena ia tak bisa membereskan tempat tidurnya pada pagi hari.
Kiki mencari akal agar Kiku tidak malas bangun pagi lagi.
"Kiku, pernahkah engkau makan cacing?" tanya Kiki pada suatu hari.
"Belum, bagaimana rasanya?" Kiku merasa tertarik.
"Belum pernah makan cacing? Kalau begitu jangan sebut dirimu burung. Setiap burung sejati pasti pernah makan cacing setiap pagi," kata Kiki sambil menepuk dada.
"Kalau begitu aku akan mencari cacing," kata Kiku penasaran. "Kau akan cari cacing di mana?" ejek Kiki.
"Aku? Aku tidak tahu," sahut Kiki malu. "Aku mau memberi tahu. Asal kau mau bangun pagi-pagi besok." "Baiklah!"
Esok harinya, seperti biasa Kiku bangun sebelum matahari terbit. Ia bersusah payah membangunkan Kiku. Karena Kiku masih mengantuk, Kiku sering menutup matanya.
"Lihat Kiku! Bu Ayam sedang mengais-ngais tanah. Cacingnya banyak sekali! Tidakkah engkau ingin memakannya?" tanya Kiki. Seketika itu Kiku yang berjalan sambil terkantuk-kantuk, membuka matanya.
"Petok. petook! Ayo, Kiki, ajak temanmu sarapan bersama," ajak Bu Ayam. Mereka pun sarapan pagi dengan gembira.
"Kiki, aku sudah makan cacing. Jadi aku adalah burung sejati," kata Kiku. "Tapi burung sejati pun selalu bangun sebelum matahari terbit," kata kiki.
"Aku akan membiasakan bangun pagi mulai sekarang. Karena ternyata bangun pagi itu menyenangkan. Aku merasa badanku sangat sehat," kata Kiku.
"Mulai sekarang kita bisa berolahraga pagi," kata Kiki. "Tentu!"
"Kalau begitu mari kita terbang. Satu, dua, tiga!" seru Kiki. Kedua burung itu melesat ke udara. Mereka terbang dengan riang di antara dahan-dahan pohon.

tamat.

putri yang menjadi ular

kamis,27,11,2008

Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya yang tenang beriak kala sepasang kaki yang indah menyibaknya. Sang pemiliknya adalah seorang putri yang sedang duduk di atas batu besar yang menyembul dari dasar danau. Aduhai alangkah cantiknya ia. Bahkan burung-burung pun terpesona memandangnya. Ialah Putri dari kerajaan di sebuah negeri di wilayah Simalungun yang terkenal amat rupawan. Ialah dambaan dari Puluhan Pangeran dan Putra bangsawan. Dan kini seorang Pangeran dari negeri seberang telah datang untuk meminangnya.
Sepasang ikan meloncat di dekat kakinya membuyarkan lamunannya.
“Ah alangkah bahagianya kedua ikan ini. Mereka pastilah sepasang kekasih yang saling mencintai. Sebentar lagi akupun akan sebahagia mereka,” pikir Putri sambil tersenyum kecil.
Beberapa Dayang yang menemani sang Putri, duduk-duduk di tepi danau memperhatikan tingkah sang Putri yang sebentar-bentar tersipu dan tersenyum malu.
“Lihatlah Tuan Putri kita. Oh ia pasti sedang melamunkan rencana pernikahannya dengan Pangeran dari kerajaan tetangga yang katanya sangat tampan. Setelah puluhan Pangeran yang datang, akhirnya Baginda memutuskan menerima lamaran yang satu ini,” kata salah satu Dayang.
“Kenapa? Apa istimewanya Pangeran itu?” tanya Dayang lainnya.
“Entahlah. Bagaimana aku bisa tahu,” kata Dayang pertama.
“Ayolah! Ceritakan apa yang kau ketahui,” desak Dayang lain.
“Aku juga tidak tahu banyak, “ jawab Dayang pertama yang rupanya Dayang kepercayaan Putri. “Tadi pagi Baginda memanggil Putri menghadap. Katanya utusan Pangeran dari kerajaan tetangga datang untuk melamarnya. Kerajaannya sangat besar dan kuat. Sehingga menurut Baginda, jika lamaran itu ia terima, otomatis akan menyatukan kekuatan kedua negeri.”
“Apakah Tuan Putri langsung menerimanya?” tanya Dayang kedua.
“Ya tentu saja. Putri adalah anak yang berbakti. Ia tahu perkawinan ini akan membawa kebaikan untuk seluruh negeri,” jawab Dayang pertama.
“Kalau begitu, sebentar lagi akan ada pesta besar donk! Asyiiiiik.,” seru Dayang-dayang.
“Ah, masih lama. Masih dua bulan lagi. Pestanya memang akan besar-besaran, makanya butuh waktu lama untuk mempersiapkannya,” kata Dayang pertama.
“Ya Tuhan. Semoga Tuan Putri selalu bahagia,” doa semua Dayang.
“Tugas kita sekarang adalah menjaga Tuan Putri supaya tidak ada sesuatu yang akan membatalkan pernikahannya,” kata Dayang pertama disambut anggukan Dayang lainnya.
“Bibi Dayang…!” seru Putri.
Para Dayang segera berlarian menuju Tuan mereka. Mereka membantu Putri membersihkan badan hingga kulitnya semakin tampak menawan. Kemudian mereka mencuci rambutnya yang panjang dan hitam sehingga harum semerbak. Kemudian para Dayang membiarkan Tuan mereka berendam menikmati kesejukan air danau. Memang begitulah kebiasaan Putri, ia tidak pernah cepat-cepat keluar dari air setelah selesai membersihkan badan.
Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang menggoyangkan semua pepohonan di pinggir danau. Sebatang ranting yang lumayan besar, patah dan jatuh menimpa wajah Putri tanpa sempat menghindarinya.
“Aaaa…..!” Putri menjerit kesakitan.
Dayang-dayang segera berlarian membantu Putri keluar dari danau. Dari sela jari-jari Putri yang masih menutupi mukanya, mengalir darah segar. Dengan panik mereka berusaha menghentikannya. Tapi alangkah terkejutnya mereka ketika menyadari ternyata hidung Putri telah hilang sebelah.
“Cepat ambilkan aku cermin!” perintah Putri.
Dengan ketakutan, mereka segera menyerahkan sebuah cermin.
“Tidaakkk…!” tangis Putri pilu. “Oh Tuhan. Mukaku cacat. Bagaimana aku bisa menikah dengan Pangeran jika mukaku sejelek ini. Ia pasti tidak mau melihatku.”
Putri menangis meratapi nasibnya yang malang. Ia begitu ketakutan membayangkan kemarahan Pangeran jika ia tahu mempelainya tak secantik yang ia bayangkan. Mungkin negerinya akan diserang, karena dianggap telah berbohong. Atau hal-hal buruk lainnya. Ia tak kuasa membayangkan kesedihan ayah dan bundanya.
“Tuhan, lebih baik kau hukumlah aku. Hilangkanlah aku dari dunia ini. Aku tidak sanggup bertemu kedua orang tuaku lagi, “ ratap Putri.
Petir menyambar diiringi guntur yang menggelegar begitu Putri mengucapkan doanya. Semua yang ada di situ menjerit ketakutan. Mereka semakin ketakutan ketika melihat badan Putri secara perlahan mulai ditumbuhi sisik seperti ular. Dayang pertama segera berlari ke istana untuk memberitahu Raja dan Ratu.
“Apa? Putriku berubah menjadi ular? Bagaimana bisa?” seru Ratu sambil terisak.
“Ayolah kita segera pergi melihatnya. Mungkin kita masih bisa menolongnya,” kata Raja sambil menarik tangan istrinya. Tabib istana pun tanpa disuruh ikut berlari di belakang Raja.
Sesampainya di danau, Putri sudah tidak tampak lagi. Tinggal para dayang yang masih menangis keras mengerumuni seekor ular besar yang bergelung di atas batu besar.
“Putriku…?” seru Ratu shock.
Ular besar itu menoleh dan menjulurkan lidahnya. Dari kedua matanya mengalir air mata. Pandangannya begitu memilukan seolah-olah hendak mengucapkan maaf dan selamat tinggal.
“Putri. Apa yang terjadi nak?” tangis Raja dan Ratu.
“Cepat tolong dia tabib!” seru Raja.
Namun Ular besar itu menggelengkan kepalanya dan segera meninggalkan mereka menuju hutan. Betapapun kerasnya Raja dan Ratu memanggilnya, Putri yang malang itu tetap menghilang ditelan hutan. Sejak itu Putri tidak pernah kembali. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu mengucapkan doa yang baik dan selalu berpikir tenang. Karena bagaimana seandainya kita terlanjur mengucapkan doa yang buruk dan kemudian dikabulkan? Mengerikan bukan?

tamat.

pangeran yang membalas budi

kamis,27,11,2008

Suatu ketika raja Kungla tersesat di hutan. Sudah berjam-jam ia mencoba mencari jalan keluar namun belum juga berhasil. Tiba-tiba di hadapannya muncul seorang kakek tua.
“Apa yang kau cari di tengah hutan begini kawan? Hutan ini penuh dengan binatang buas yang sangat berbahaya,” katanya.
“Aku tersesat dan sedang mencari jalan keluarnya,” jawab Raja.
“Aku dengan senang hati akan membantumu kawan,” kata orang tua itu. “Dengan syarat kau harus memberikan apapun yang kau lihat pertama kali saat kau masuk rumahmu.”
“Yang biasa menyambutku adalah anjingku. Dia adalah anjing pemburu yang sangat hebat. Tapi untuk apa aku memberikannya padamu? Aku akan keluar dari hutan ini cepat atau lambat,” kata Raja.
Orang tua tersebut menghilang dari hadapan Raja
Raja meneruskan pencariannya selama tiga hari tiga malam hingga semua persediaan makanan dan minumannya habis tak bersisa, namun jalan keluar yang dicarinya belum juga ditemukannya. Pada hari keempat orang tua yang sama kembali muncul di hadapan raja.
“Sekarang apakah kau mau memberikan apapun yang pertama kau lihat saat memasuki rumahmu? Kau tinggal menjawab ya dan aku akan mengantarmu keluar dari hutan ini,” katanya.
Raja masih tetap yakin ia dapat menemukan jalan keluar dari hutan tanpa bantuan Orang tua itu, maka dengan tegas ia kembali menolaknya.
Akhirnya setelah berhari-hari tanpa makan dan minum Raja yang kelelahan dan kelaparan terkapar di tanah.
“Inilah akhir hidupku,” pikirnya.
Tiba-tiba orang tua yang tidak lain adalah jin jahat, muncul kembali di hadapan Raja.
“Jangan bodoh kawan! Begitu berartinyakah anjingmu sehingga kau rela menukarnya dengan nyawamu? Katakan ya dan kau akan pulang dengan selamat!” kata orang tua tersebut.
Raja tidak memiliki pilihan lain selain menerima tawaran tersebut.
“Hidupku jauh lebih berarti daripada anjingku,” pikir raja. “Aku memiliki kerajaan dan rakyatku membutuhkanku. Baiklah, bawa aku pulang!”
Sekejap kemudian raja telah berada di tepi hutan di dekat istananya. Ia segera memacu kudanya menuju istana. Namun yang dilihatnya pertama kali bukanlah anjingnya melainkan putranya yang masih kecil. Putranya dengan senyum lebar merentangkan kedua tangannya menyambutnya. Raja sangat ketakutan. Ia berteriak kepada dayang untuk membawa pergi putranya.
Setelah kemarahannya menyusut, raja segera memerintahkan seorang kepercayaannya untuk menukar putranya dengan seorang anak perempuan miskin. Pangeran segera dibawa pergi ke luar istana dan tinggal di sebuah gubuk sementara gadis kecil miskin itu ditidurkan di ranjang bayi pangeran yang mewah.
Setahun berlalu. Orang tua itu datang menemui raja untuk menagih hadiahnya. Tanpa curiga ia membawa gadis kecil yang ia sangka sebagai putri Raja itu pergi. Raja sangat gembira atas keberhasilan rencananya.
Singkat cerita, pangeran kini tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah. Karena Raja yakin bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, ia segera memerintahkan untuk membawa pulang pangeran ke istana. Pangeran, yang segera mengetahui bahwa hidupnya telah ditukar dengan seorang gadis yang tak berdosa, merasa marah. Ia memutuskan untuk mencari gadis itu sampai ketemu dan menyelamatkannya.
Suatu hari dengan mengenakan pakaian rakyat jelata, pangeran mengendarai kudanya menuju hutan tempat ayahnya dulu tersesat. Ia membawa sekarung biji kacang di pundaknya. Di tengah hutan ia berpura-pura tersesat dan meratapi nasibnya dengan suara keras.
“Oh malang nian nasibku! Tempat apakah ini dan kenapa tidak ada yang bisa membantuku keluar dari sini? Adakah yang bersedia menolongku?” teriak pangeran.
Dan muncullah di hadapannya, Orang tua berjanggut putih. Orang tua itu menyapa Pangeran dengan ramah, “aku hapal tempat ini dengan baik dan aku bersedia menolongmu asal kau membayarku dengan pantas.”
“Apa yang bisa diberikan oleh orang miskin sepertiku?” tanya pangeran. “Aku tidak punya uang sama sekali, bahkan baju yang kupakai ini adalah milik majikanku.”
Orang tua itu memandang kantung kacang di pundak pangeran.
“Kau tidak kelihatan miskin di mataku. Bukankah itu hartamu yang kau gendong di punggungmu?” tanyanya.
“Oh ini hanya sekarung kacang,” kata pangeran. “Bibiku satu-satunya baru saja meninggal kemarin. Ia tidak meninggalkan apapun di rumahnya. Sedangkan kebiasaan di desa itu kita harus memberi suguhan kacang panggang bagi mereka yang menemani jenazah sebelum dikuburkan. Maka aku meminjam sekarung kacang kepada majikanku dan berjanji akan bekerja lembur untuk menebusnya. Lalu aku memutuskan untuk melalui hutan ini, dengan harapan bisa tiba lebih cepat, namun hasilnya aku malah tersesat.”
“Jadi kau hanya seorang diri di dunia ini?” tanya Orang tua itu sambil memamerkan giginya yang buruk, mungkin maksudnya ingin tersenyum tapi jadi lebih mirip menyeringai. “Maukah kau bekerja padaku? Aku sedang mencari seorang pekerja dan aku menyukaimu.”
“Aku tidak keberatan jika kita sepakat dengan pembayarannya. Aku sudah cukup berpengalaman dalam bekerja. Dan bagiku tidak ada bedanya degan siapa aku bekerja. Nah berapa kau akan membayarku?” tanya Pangeran.
“Kau akan mendapatkan makanan segar setiap hari, dan daging dua kali seminggu. Jika aku menyuruhmu pergi ke ladang, kau boleh membawa ikan dan mentega sebagai pelengkap roti. Kau akan memperoleh pakaian yang kau butuhkan dan lebih dari itu tanahku sangat luas hingga kau bisa tinggal dengan leluasa,” kata Orang tua.
“Setuju!” teriak pangeran.
Orang tua itu tampak begitu senang mendengar jawaban pangeran sehingga ia menari-nari dengan penuh semangat.
Mereka berdua memulai perjalanannya. Si Orang tua yang menjadi penunjuk jalan berjalan di depan dengan langkah cepat. Saat malam, mereka tidur di bawah pohon pear yang rimbun lalu kembali meneruskan perjalanan saat pagi tiba. Sorenya mereka sampai di depan sebuah batu besar. Orang tua itu menghentikan langkahnya. Setelah yakin bahwa tidak ada yang memperhatikan mereka, ia bersiul dan menghentakan kakinya ke tanah tiga kali. Batu besar itu bergeser ke samping. Ternyata batu itu merupakan pintu rahaa ke sebuah tempat di bawah tanah.
“Ikuti aku,” teriaknya sambil menarik tangan pangeran.
Kegelapan menyergap mereka. Pangeran tidak bisa melihat apa-apa tapi tampaknya jalan yang mereka tempuh semakin lama semakin jauh dari permukaan bumi. Kini mereka tiba di sebuah ruangan yang terang. Tapi sinar itu pasti bukan dari matahari atau bulan karena tidak ada satupun yang tampak di cakrawala bahkan sepertinya langit pun tak ada. Hanya arak-arakan awan yang aneh melintas lambat di atas kepala mereka. Pohon, rerumputan, binatang, air dan tanahnya tampak berbeda dari biasanya. Tapi yang paling aneh adalah keheningan yang menyelimuti tempat itu. Bahkan langkah kaki mereka pun tak terdengar. Burung-burung yang bertenggeran di dahan-dahan pohon mengangguk-anggukan kepalanya seolah-olah sedang bersiul, anjing mebuka mulutnya seakan-akan menyalaki mereka, namun tak ada suara yang terdengar. Air tejun, daun-daun yang tertiup angin bergerak tanpa suara. Ketika pangeran mencoba berbicara, suaranya tersangkut di tenggorokan. Keheningan itu membuat bulu kuduk pangeran meremang.
Akhirnya, di kejauhan mulai terdengar suara-suara. Sepertinya sebentar lagi mereka akan keluar dari tempat seram itu. Suara ringkikan kawanan kuda dan gemericik air menyapa mereka.
“Hmmmmmm…aku sudah mendengar suara orang memasak, artinya mereka sudah menunggu kita,” kata Orang tua.
Pangeran memasang telinganya tapi yang ia dengar sepertinya adalah bunyi ratusan gergaji.
“Itu suara dengkur nenekku,” kata Orang tua.
Mereka melanjutkan perjalanan melewati sebuah gunung. Dan di bawah gunung itu tampaklah perkebunan milik si Orang tua. Ada banyak sekali bangunan di sana sehingga suasananya mirip sebuah perkampungan kecil.
Akhirnya mereka tiba di pintu gerbang. Orang tua itu menunjuk kandang anjing kosong di hadapan mereka.
“Masuklah ke dalam kandang itu! Diamlah di situ sementara aku akan berbicara dengan nenekku. Ia biasanya sangat rewel jika ada orang asing datang ke rumahnya,” katanya.
Pangeran merangkak masuk ke dalam kandang tersebut dengan gemetar. Ia mulai menyesali keputusannya.
Beberapa saat kemudian, Orang tua itu kembali.
“Kamu harus mentaati peraturan di rumah ini. Sekali saja kau melanggar, aku tidak segan-segan menghukummu!” katanya.
“Dengarkan dan lakukan semua perintahku! Di rumah ini kau dilarang bersuara kecuali saat kutanya!” tambahnya.
Pangeran mengikuti Orang tua itu masuk ke dalam rumah. Lalu dilihatnya seorang gadis bermata gelap di tengah ruangan itu.
“kalau yang ia sebut nenek itu cantik seperti ini wajahnya, aku tidak keberatan menikahi seluruh keluarganya,” pikir pangeran.
Gadis itu tidak mengatakan apapun saat mereka masuk. Ia sibuk mempersiapkan hidangan untuk makan malam. Lalu setelah siap, ia segera duduk di samping perapian dan mulai merajut. Tidak sedikit pun ia melirik Pangeran.
Orang tua itu segera melahap hidangan di atas meja tanpa mengajak gadis itu ataupun Pangeran padahal makanan itu cukup banyak untuk dimakan selusin orang. Orang tua itu bahkan tidak menunggu atau memanggil nenek yang diceritakannya itu.
“Oke, sekarang kalian berdua bisa menghabiskan sisa makanan ini. Tapi jangan lupa! Sisakan tulangnya buat anjing-anjingku dan cepat bersihkan semuanya setelah selesai!” katanya begitu ia selesai mengunyah.
Pangeran menggernyit. Ia tidak suka harus makan sisa-sisa makanan orang lain. Namun ia senang bisa duduk berdua bersama gadis bermata gelap itu yang diam-diam mulai disukainya. Mereka makan dalam diam, Gadis itu tidak mau membuka mulutnya kecuali untuk menyuap makanannya. Ketika Pangeran berniat menyapanya, gadis itu memasang tampang seolah-olah memintanya menutup mulut.
Sementara Orang tua itu berleha-leha di depan perapian. Dan setelah mereka selesai makan, ia memanggil Pangeran.
“Aku memberimu waktu dua hari untuk beristirahat. Lusa, temui aku. Aku biasanya memberikan tugas kerja di sore hari supaya esoknya ketika aku bangun semua sudah mengerjakan tugasnya masing-masing. Sekarang pergilah tidur. Gadis itu akan menunjukkan kamarmu!” katanya.
Pangeran membuka mulutnya untuk menanyakan sesuatu tetapi Orang tua itu segera membentaknya, “Tutup mulutmu budak! Coba saja melanggar aturanku! Aku akan membuatmu menyesal datang kemari. Sekarang, Pergi!”
Gadis itu menarik Pangeran untuk segera meninggalkan tempat itu. Pangeran hendak mengajukan keberatan namun ia melihat gadis itu menitikkan air mata. Tidak ada pilihan lain selain membiarkan gadis itu membimbingnya menuju tempat ia tidur malam itu.
“Gadis ini pasti bukan putrinya karena ia memiliki hati yang baik. Mungkinkah ia gadis yang diberikan ayahku sebagai penggantiku?” pikir Pangeran.
Malamnya Pangeran tidur dengan gelisah. Ia bermimpi buruk. Monster-monster aneh berdatangan hendak membunuhnya. Namun setiap kali ia nyaris mati, gadis itu selalu datang menyelamatkannya.
Esoknya Pangeran bangun pagi-pagi sekali. Dilihatnya gadis itu telah sibuk bekerja. Sebisa mungkin ia mencoba meringankan pekerjaannya. Ia mengangkat air, membelah kayu, memperbaiki kandang-kandang, menyiangi rumput, hingga menyiapkan perapian. Seharian ia bekerja keras dan seharian itu pula ia tidak bertemu dengan Orang tua yang membawanya.
Setelah makan malam, Pangeran berkeliling untuk melihat-lihat seluruh perkebunan. Anehnya si Orang tua maupun Neneknya tidak ditemukannya dimana-mana. Di istal ada seekor kuda putih dan seekor sapi hitam berkepala putih. Di gudang makanan, puluhan ayam, bebek dan angsa ribut bersuara. Dan masih banyak lagi bangunan-bangunan yang belum ia ketahui fungsinya.
Sore berikutnya ia datang menemui Orang tua untuk menerima tugasnya.
“Tugasmu tidak sulit,” katanya. “Besok kau harus memotong rumput dan berikan untuk makanan kuda putihku selama sehari. Lalu bersihkan kandangnya hingga bersih. Ingat kalau nanti aku temukan tempat makan kudaku kosong atau masih ada kotoran di kandang, hukumannya adalah nyawamu!”
Pangeran mengangguk.
“Mudah sekali,” pikirnya.
Malamnya, si gadis menyelinap ke kamar Pangeran dan menanyakan tugas apa yang harus dilakukan Pangeran.
“Oh, kasihan sekali kau!” katanya setelah mendengar jawaban Pangeran. “Kau tidak akan sanggup melakukannya. Kuda putih itu tidak lain adalah Nenek si pemilik rumah ini. Ia sangat rakus. Bahkan jika ada 20 orang yang bertugas memotong rumput tidak akan sanggup membuatnya kenyang. Dan untuk membersihkan kandangnya diperlukan paling sedikit 10 orang pekerja.
Nah dengarkan dan lakukan apa yang akan kukatakan! Besok saat kau memberi makan kuda itu, bawalah sebatang ranting willow dan ikatkan ke dalam berangus. Pastikan kuda itu melihat apa yang kau lakukan. Lalu bawalah juga sebatang kayu yang cukup besar. Jika kuda itu bertanya untuk apa barang-barang tersebut, katakan seperti ini: ….”
Gadis itu membisikkan kata-kata yang harus diucapkan Pangeran lalu segera menyelinap pergi.
Esoknya Pangeran mengambil sabit dan mulai memotong rumput. Setelah terkumpul cukup banyak, ia segera membawanya ke kandang kuda putih. Sedetik kemudian, rumput itu telah ludes dimakannya dan kandang kuda itu telah penuh dengan kotoran. Pangeran teringat dengan nasihat si gadis. Maka ketika ia kembali membawa setumpuk rumput, ia juga membawa sebatang ranting willow dan sebatang kayu besar. Di depan si kuda, Pangeran mengikatkan ranting pohon wilow ke sebuah berangus.
“Untuk apa berangus itu, budak!” tanya kuda.
“Oh tidak apa-apa! Berangus ini Cuma kugunakan kalau aku melihat kau makan terlalu banyak!” kata Pangeran.
Kemudian setelah selesai membersihkan kandang, Pangeran mulai memotong batang kayu yang dibawanya dan membuat sebuah sumbat besar.
“Untuk apa sumbat itu, budak?” tanya kuda.
“Oh tidak apa-apa. Sumbat ini akan kugunakan jika kulihat kau mengeluarkan kotoran terlalu banyak!” kata Pangeran.
Kuda menghela nafas panjang tanda mengerti. Maka ketika Orang tua memeriksa kandang sore harinya. Ia melihat bahwa rumput-rumput masih menggunung di hadapan kuda dan kandang bersih tanpa satu kotoran pun yang tercecer di lantai.
“Siapa yang telah memberimu ide tentang semua ini?” tanyanya marah.
“Selain otak bodohku, tidak ada seorang pun yang memberiku nasihat,” jawab Pangeran.
Orang tua menggernyit dengan marah namun terpaksa mengakui hasil pekerjaan Pangeran.
Sorenya ia kembali memanggil Pangeran.
“Aku tidak punya tugas yang sesuai untukmu. Tapi karena besok si gadis akan sibuk di rumah, maka kau harus membantunya memerah sapi hitamku. Sebaiknya kau memerah semua air susunya karena jika ada setetes saja air susu yang tersisa, maka nyawamu taruhannya!” katanya.
Seperti kemarin, gadis itu kembali menyelinap ke kamar Pangeran dan menanyakan tugasnya.
“Alangkah kasihannya engkau!” katanya. “Kau tidak akan bisa menghabiskan air susunya meskipun kau memerahnya dari pagi hingga malam, karena air susunya mengalir seperti sungai yang tak pernah kering. Orang tua itu pasti ingin menyingkirkanmu. Tapi jangan khawatir, aku akan menolongmu. Besok saat kau pergi ke kandang, bawalah seember batu bara dan sepasang penjepit besi. Di depan sapi itu, nyalakan batu baranya lalu celupkan penjepit besinya ke dalamnya. Kalau sapi itu bertanya apa yang sedang kau lakukan, katakana ini…”
Gadis itu membisikkan sesuatu di telinga Pangeran lalu bergegas pergi.
Paginya, begitu matahari memperlihatkan sinarnya, Pangeran segera berangkat ke kandang sambil membawa seember batu bara yang membara dan sepasang penjepit besi. Saat sapi melihat jepitan besi yang membara di hadapannya, ia bertanya, “Apa yang kau lakukan budak?”
“Tidak apa-apa! Hanya menghangatkan penjepit ini. Kata orang, ada beberapa sapi yang nakal dan tidak mau membiarkan dirinya diperah hingga tuntas. Nah, aku punya tips istimewa. Dengan menggunakan penjepit panas ini saat memerahnya, aku akan mendapatkan semua air susunya,” jawab pangeran.
Sapi itu memandang Pangeran lalu mendesah tanda ia mengerti. Maka dengan mudah Pangeran memerah sapi tersebut dan saat Orang tua datang memeriksa hasil kerjanya, ia tidak menemukan setetes air susupun yang tersisa.
“Siapa yang telah memberimu ide tentang semua ini?” tanyanya marah.
“Selain otak bodohku, tidak ada seorang pun yang memberiku nasihat,” jawab Pangeran.
Orang tua itu pergi meninggalkan Pangeran dengan marah.
Saat sore tiba ia kembali memanggil Pangeran.
“Aku masih punya beberapa tumpuk jerami kering yang tertinggal di ladang. Yang kau harus lakukan hanyalah menaikkannya ke dalam pedati dan memindahkannya ke dalam gudang sebelum hujan turun. Tapi ingat, jangan sampai ada sehelai jerami yang tertinggal di ladang atau kau akan kehilangan hidupmu,” katanya.
Seperti biasa, gadis itu kembali menemui pangeran untuk menanyakan tugasnya.
“Tugasku kali ini sangatlah gampang,” kata Pangeran sambil tertawa. “Yang harus kulakukan hanyalah menaikan tumpukkan jerami ke dalam pedati dan membawanya ke dalam gudang.”
"Oh kasihan sekali kau pemuda malang,” katan si gadis. “Kau tidak akan bisa menyelesaikannya bahkan meski seluruh penduduk kampung datang membantumu. Setiap kau ambil setumpuk jerami, maka setumpuk jerami akan muncul lagi di bawahnya. Nah dengarkan apa yang harus kau lakukan! Bangunlah sebelum subuh dan bawalah kuda putih itu. Selain itu bawa juga segulung tali yang kuat. Ikatlah tumpukan jerami itu dan ikatkan ujungnya ke kuda putih. Lalu naiklah ke tumpukkan jerami tersebut dan mulailah menghitung dengan keras. Jika kuda itu bertanya apa yang sedang kau lakukan. Katakan ini…”
Gadis itu membisikkannya di telinga Pangeran dan bergegas menyelinap pergi.
Esoknya, pangeran mengambil segulung tali yang paling kuat. Menggiring kuda putih menuju ladang. Setumpuk besar jerami teronggok di tengah ladang. Ia melakukan apa yang diperintahkan si gadis, lalu dipanjatnya tumpukkan jerami itu dan mulai menghitung keras-keras.
“Apa yang kau hitung budak?” tanya kuda.
“Tidak apa-apa,” kata Pangeran. “Aku hanya menghitung jumlah serigala yang sedang menuju kemari. Tapi jumlahnya terlalu banyak, aku tidak bisa menghitung semuanya.”
Mendengar kata serigala, kuda putih itu menghentakan badannya dan mulai berlari secepat angin, membawa serta semua tumpukan jerami. Orang tua itu sangat geram saat melihat semua jerami telah berhasil dipindahkan.
“Siapa yang telah memberimu ide tentang semua ini?” tanyanya marah.
“Selain otak bodohku, tidak ada seorang pun yang memberiku nasihat,” jawab Pangeran.
Orang tua itu mendengus dan menyumpah dengan marah.
Sorenya saat Pangeran menemuinya untuk menerima tugas selanjutnya, ia berkata “Besok kau harus membawa sapiku untuk dimandikan. Awas kalau sampai ia kabur. Nyawamu yang akan menggantinya.”
“Aku pernah melihat gembala yang memandikan seluruh ternaknya. Jadi pasti mudah sekali memandikan seekor sapi saja,” pikir Pangeran.
Tetapi gadis yang mendengar jawaban Pangeran mengenai tugasnya berkata, “Ah sungguh malang nasibmu! Kau tidak akan bisa mengendalikannya. Sapi itu selalu berlari kesana kemari dan kau tidak akan mampu menanganinya. Tapi tenanglah, aku akan membisikan apa yang harus kau lakukan.”
Maka esoknya sebelum ia mengeluarkan sapi itu dari kandang untuk dimandikan, pangeran mengikat si sapi ke tubuhnya dengan tali sutra, kemudian baru menuntunnya ke tempat pemandian. Ia bisa mengerjakan tugasnya dengan mudah. Hal ini membuat Orang tua semakin geram.
“Siapa yang telah memberimu ide tentang semua ini?” tanyanya marah.
“Selain otak bodohku, tidak ada seorang pun yang memberiku nasihat,” jawab Pangeran.
Orang tua itu menggerutu dan pergi.
Saat Pangeran menemuinya lagi sore harinya, ia memberinya sekantung biji gandum dan berkata:
“Besok pagi kau bebas dan boleh beristirahat sepanjang hari. Tapi malamnya kau harus bekerja keras. Sebarkan biji-biji gandum ini. Ia akan tumbuh saat itu juga dan siap untuk dipanen. Segera panenlah. Pisahkan bijinya dengan batangnya lalu rendamlah hingga berkecambah. Kemudian giling dan buatlah bir darinya. Ingat! Bir itu harus sudah bisa kuminum saat aku bangun pagi nanti. Kalau tidak aku akan mengambil nyawamu!”
Pangeran termenung di kamarnya dan mulai menangis, “Nanti malam adalah malam terakhir bagiku. Kali ini dia pasti akan membunuhku. Aku yakin tidak ada manusia yang bisa melakukan pekerjaan mustahil ini.”
Si gadis yang mendengar tangisan Pangeran segera menghampirinya. Dengan sedih Pangeran menceritakan tugas yang harus dilakukannya. Di luar dugaan gadis itu malah tertawa.
“Tenanglah! Kau akan baik-baik saja asal kau melakukan apa yang akan kukatakan. Bawalah kunci ini. Ini adalah kunci gudang makanan nomor 3, tempat Orang tua itu menahan hantu-hantu jahat di dalamnya. Taburkan biji-biji gandum itu dan ulangi perintah Orang tua itu dengan suara keras. Lalu katakana ‘Jika kamu gagal melaksanakan tugasmu maka kalian semua akan mati.”
Pangeran melakukan semua yang dikatakan si gadis lalu ia pergi tidur. Esoknya sepoci bir telah selesai dibuat. Ia membawanya ke hadapan Orang tua yang segera mendesis marah melihat Pangeran berhasil melakukan tugasnya.
“Aku tidak percaya kau mendapatkan ide ini sendiri. Pasti ada orang lain yang membantumu. Baiklah besok kau tidak perlu bekerjaDatanglah ke kamarku besok pagi dengan si Gadis. Aku tahu kalian saling menyukai, maka aku berencana untuk menikahkanmu,” katanya.
“Oh celaka!” kata si gadis setelah Pangeran memberitahukan percakapannya dengan Orang tua. “Dia sudah tahu bahwa aku membantumu dan ia ingin membunuh kita berdua. Kita harus pergi dari sini malam ini juga. Pangeran, pergilah ke kandang sapi. Tebas leher sapi itu dengan sekali tebas lalu belahlah kepalanya. Di dalamnya ada sebuah bola kristal. Bawalah kemari!”
Pangeran bergegas menuju kandang sapid an melakukan tugasnya. Sebutir bola kristal yang bersinar terang keluar dari kepala sapi setelah Pangeran membelahnya. Ia segera membungkusnya dan menyerahkannya pada si gadis yang sudah menunggunya di pintu gerbang.
“Ayo kita harus lari secepatnya,” kata si Gadis. Dengan diterangi sinar yang keluar dari bola kristal tersebut mereka segera melarikan diri.
Orang tua yang bangun keesokan harinya terkejut mengetahui Pangeran dan si Gadis telah melaikan diri. Ia segera memerintahkan hantu-hantu peliharaannya untuk mengejar dan membawa mereka kembali.
Sementara itu Gadis yang melihat bayangan hitam memenuhi langit di kejauhan, tahu bahwa mereka sedang dikejar. Ia berkata kepada bola kristal
“Dengarlah wahai bola ajaib yang bersinar
Tolonglah kami dan jangan kau tunda
Ubahlah aku menjadi danau
Dan anak muda ini menjadi ikan!”
Sekejap kemudian mereka telah berubah menajdi danau dengan seekor ikan berenang di dalamnya.
Hantu-hantu itu melayang-layang di atas mereka namun karena tidak menemukan buruannya, mereka berbalik kembali.
“Apakah kau melihat sesuatu yang ganjil di perjalanan?” tanya Orang tua.
“Tidak ada,” kata para hantu. “Kami hanya melihat danau dengan seekor ikan di dalamnya.”
“Itulah mereka!” teriak Orang tua dengan marah. “Pergi dan minum air danau itu hingga kering lalu bawa ikannya kemari!”
Pangeran dan gadis masih terus berlari sekuat tenaga. Tiba-tiba gadis yang merasakan kehadiran hantu-hantu itu di kejauhan segera berkata kepada bola kristalnya,
“Dengarlah wahai bola ajaib yang bersinar
Tolonglah kami dan jangan kau tunda
Ubahlah aku menjadi rumpun bunga
Dan anak muda ini menjadi sekuntum mawar!”
Hantu-hantu jahat itu terbang melintasi mereka tanpa suara namun tidak menghiraukan rumpun bunga dengan sekuntum mawar di bawahnya. Mereka kembali kepada tuannya dengan tangan kosong.
“Apakah kau melihat sesuatu yang ganjil di perjalanan?” tanya Orang tua.
“Tidak ada,” kata para hantu. “Kami hanya melihat rumpun bunga dengan sekuntum mawar di tepi hutan.”
“Itulah mereka!” teriak Orang tua dengan marah. “Pergi dan hancurkan rumpunnya lalu bawa mawarnya ke hadapanku!”
Si Gadis segera menghentikan larinya ketika merasakan kehadiran hantu-hantu itu di kejauhan. Ia berkata kepada bola kristalnya
“Dengarlah wahai bola ajaib yang bersinar
Tolonglah kami dan jangan kau tunda
Ubahlah aku menjadi angina semilir
Dan anak muda ini menjadi seekor lalat kecil!”
Hantu-hantu itu tidak menemukan rumpun bunga dan mawar tunggalnya dan segera kembali kepada tuannya. Sementara itu Pangeran dan Gadis kembali ke bentuk semula.
“Sekarang kita harus lari secepat mungkin karena Orang tua itu pasti akan mengejar kita dan ia bisa mengenali kita meski dalam wujud apapun,” kata Gadis.
Mereka berlari semakin cepat hingga akhirnya mereka sampai di undak-undakkan yang arahnya menuju ke permukaan bumi.
“Cepat! Ia ada di belakang kita!” kata Gadis.
Mereka menaiki undak-undakkan dan di ujungnya sebuah batu besar menghalangi jalan masuk. Gadis berkata kepada batu kristalnya
“Dengarlah wahai bola ajaib yang bersinar
Tolonglah kami dan jangan kau tunda
Bukalah batu besar ini segera
Tunjukkan kami jalan keluar!”
Batu besar itu menggeser ke samping dan di depan mereka adalah hutan tempat Pangeran terakhir kali melihat matahari. Dari kejauhan mereka mendengar suara Orang tua yang berteriak-teriak marah. Si Gadis segera berkata pada batu kristalnya
“Dengarlah wahai bola ajaib yang bersinar
Tolonglah kami dan jangan kau tunda
Tutuplah batu besar ini selamanya
Jangan biarkan siapapun membukanya.”
Batu besar itu kembali menutup diiringi jeritan keras Orang tua yang hampir sampai di permukaan. Pangeran dan Gadis menghembuskan nafas lega. Mereka segera meninggalkan tempat itu. Pangeran membawa Gadis itu ke istananya dan beberapa waktu kemudian Pangeran pun menikah dengan Gadis. Mereka hidup bahagia hingga akhir hayatnya.

tamat.

Selasa, 25 November 2008

kisah bintang kutub

rabu,26,11,2008

Di langit malam yang gelap, ada sebuah bintang yang tak pernah berpindah. Orang-orang menyebutnya Bintang Kutub. Bintang ini dapat menjadi pedoman untuk menetukan arah bagi para pelaut dan nelayan di laut lepas. Di India, bintang ini disebut Bintang Dhruva.
Mengapa demikian? Begini ceritanya…
Pada jaman dahulu, hiduplah seorang anak bersama Dhruva. Ia tinggal di tengah hutan bersama ibunya. Ibu Dhruva bernama Ratu Suniti. Ya! Dhruva memang putra mahkota seorang raja! Ayahnya bernama Raja Uttanapada.
Seharusnya Dhruva dan ibunya tinggal di dalam istana. Tapi, karena kedengkian seorang kerabat istana yang ingin anaknya kelak menjadi raja, Dhruva dan ibunya di usir dari istana.
Dalam kehidupannya, Dhruva sangat merindukan ayahnya. Tapi, tiap kali Ratu Suniti menghiburnya,
"Dhruva, anakku," kata Ratu Suniti. "Ada seorang ayah yang sangat menyayangimu. Kelak suatu hari nanti, kau akan bertemu dengannya."
"Siapa dia , Bu?" tanya Dhruva.
"Dia adalah Dewa Wishnu," jawab Ratu Suniti.
"Kapan saya bisa bertemu denganya, Bu?" tanya Dhruva lagi.
"Nanti, bila kau sudah dewasa dan menjadi orang yang bijaksana," sahut Ratu Suniti sambil membelai kepala Dhruva.
Dhruva termenung. Ia benar-benar merindukan seorang ayah! Beberapa bulan yang lalu, ia memang pergi ke istana. Tapi ia tidak bertemu dengan ayahnya. Ia malah bertemu dengan Suruchi, kerabat istana yang dengki itu. Suruchi langsung mengusir Dhruva. Dan dhruva pun kembali ke hutan.
"Saya tidak mau menunggu sampai jadi dewasa dan bijakasana, Bu," kata Dhruva kemudian. "Saya ingin bertemu dengan Dewa Wishnu sekarang."
Ratu Suniti mengetahui betapa kuatnya keinginan Dhruva.
"Anakku Dhruva," ucap Ratu Suniti akhirnya. "Kalau kau memang ingin bertemu Dewa Wishnu, pergilah. Tapi ingat, segera kembali ke sini begitu keinginanmu berkurang walau cuma sedikit."
Dhruva sangat berterima kasih atas kebijaksanaan ibunya. Ia kemudian pamit, lalu meninggalkan ibu dan gubuknya. Ia terus melangkah makin jauh masuk ke dalam hutan. Ya! Dhruva memang sangat ingin bertemu Dewa Wishnu! Berhari-hari Dhruva berjalan, tapi ia belum juga bertemu Dewa Wishnu.
Pada suatu malam, Dhruva merasa sangat lelah dan lapar. Ia berbaring di bawah sebuah pohon besar. Di tengah kegelapan itu, ia melamun. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sedih dan kesepian tanpa dirinya. Tapi keinginan Dhruva tak pernah berkurang sedikit pun. Dan dalam kegelapan itu, tiba-tiba seseorang muncul di depan Dhruva. Orang itu adalah Narada yang bijaksana.
"Anak kecil, sedang apa kau malam-malam begini berada di tengah hutan?" tanya Narada.
Lalu Dhruva menceritakan keinginannya untuk bertemu Dewa Wishnu. Kepala Narada mengangguk-angguk begitu cerita Dhruva selesai.
"Kalau begitu, ikutlah denganku," kata Narada kemudian.
Sejak saat itu, Dhruva mengikuti Narada.
Narada mengajari Dhruva berdoa dan bertapa. Dhruva sangat tekun belajar bertapa. Ia duduk tak bergerak di atas batu, menutup matanya, kemudian memusatkan pikiran pada satu hal, yaitu Dewa Wishnu.
Suatu hari, terdengarlah suara, "Anaklku Dhruva, aku ada di sini."
Dhruva membuka matanya. Di depan Dhruva, berdirilah seorang laki-laki. Cahaya kemilau menyelimuti tubuh laki-laki itu. Saat itu juga Dhruva tahu bahwa doanya terkabul. Laki-laki itu adalah Dewa Wishnu. Dhruva sangat gembira.
"Anakku," kata Dewa Wishnu. "Kau sudah melakukan segala hal agar bisa bertemu denganku. Kau sudah memegang teguh keinginan itu, dan mengatasi semua rintangan yang menghadangmu. Nah, sekarang apa yang kau inginkan setelah bertemu denganku?"
"Dewa, saya sangat merindukan seorang ayah. Ibu saya berkata bahwa Dewa Wishnu-lah ayah yang terbaik di dunia ini. Saya ingin selalu dekat dengan Dewa," jawab Dhruva. "Selain itu, saya ingin Ibu saya kembali ke istana. Saya ingin Ibu saya bahagia, Dewa."
"Baiklah," sahut Dewa Wishnu. "Ibumu akan kembali ke istana, dan kau akan selalu dekat denganku."
Lalu Dewa Wishnu mengubah Dhruva menjadi sebuah bintang yang amat terang, dan meletakkannya di langit.
Beberapa saat setelah Dhruva menjadi Bintang Kutub, datanglah utusan istana untuk menjemput Ratu Suniti, Ibu dhruva. Raja Uttanapada sudah mengetahui kedengkian Suruchi. Ratu Suniti pun kembali ke istana.
Bila malam tiba, Ratu Suniti selalu menyempatkan diri untuk melambaikan tangan ke arah Bintang Kutub, yang kemudian diketahuinya merupakan penjelmaan dari Dhruva. Dhruva pun membalas lambaian tangan itu dengan kerlipan yang indah.
Bintang Kutub itu tak pernah berpindah, tak seperti bintang-bintang lain yang selalu bergiliran untuk muncul di langit. Bintang Kutub itu ada sepanjang tahun, sebagai lambang keinginan yang begitu kuat, yaitu keinginan Dhruva bertemu dengan Dewa Wishnu.

tamat.

bawang merah & bawang putih

rabu,26,11,2008

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikahi saja ibu Bawang merah supaya Bawang putih tidak kesepian lagi. Maka ayah Bawang putih kemudian menikah dengan ibu Bawang merah. Mulanya ibu Bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada Bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”
“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri tepi sungai.
Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.
Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba.
“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

tamat.

kakek tua dan burung pipit

rabu,26,11,2008

Jaman dahulu kala, di Jepang tinggalah sepasang kakek dan nenek. Kakek adalah seorang yang sangat baik hati dan pekerja keras. Sebaliknya nenek adalah seorang penggerutu dan senang mencaci maki, sikapnya juga kasar dan buruk. Itulah sebabnya kakek lebih suka menghabiskan waktunya dengan bekerja di ladang dari pagi hingga petang. Mereka tidak dikaruniai anak, tapi kakek memiliki seekor burung pipit yang selalu menghiburnya. Dia sangat cantik dan diberi nama Suzume. Kakek sangat menyayanginya. Setiap petang sepulangnya dari ladang, kakek akan membuka kandang Suzume, membiarkannya terbang di dalam rumah, lalu mengajaknya bermain, berbicara, dan mengajarinya trik-trik yang dengan cepat dipelajarinya.
Suatu hari, saat kakek pergi bekerja, nenek mulai membereskan rumah. Kemarin nenek sudah menyiapkan bubur tepung beras untuk melicinkan pakaian yang sudah dicuci. Bubur itu disimpannya di atas meja. Tapi kini mangkuk buburnya telah kosong. Rupanya kakek lupa menutup kandang Suzume, sehingga dia terbang di sepanjang rumah dan memakan bubur tepung beras nenek. Saat si nenek kebingungan mencari siapa yang menghabiskan buburnya, Suzume terbang menghampiri nenek. Dia membungkuk memberi hormat lalu kicaunya
"Sayalah yang memakan bubur tepung beras nenek. Saya pikir itu adalah makanan untukku. Saya mohon maafkanlah saya. Twit! Twit! Twit!"
Nenek sangat marah mendengar pengakuan si burung pipit. Memang nenek tidak pernah menyukai Suzume. Baginya keberadaan Suzume hanya mengotori rumah saja. Ini adalah kesempatan si nenek untuk melampiaskan kemarahannya. Maka keluarlah cacian dari mulut nenek. Tidak cukup sampai disitu nenek yang kalap merenggut Suzume yang malang dan memotong lidahnya hingga putus.
"Ini adalah pelajaran buatmu!" kata nenek, "karena dengan lidah ini kamu memakan bubur tepung berasku! Sekarang pergilah dari sini! Aku tak mau melihatmu lagi!"
Suzume hanya bisa menangis menahan sakit, dan terbang jauh ke arah hutan.
Sore harinya kakek pulang dari ladang. Seperti biasa kakek menghampiri kandang Suzume untuk mengajaknya bermain. Tapi ternyata kandang itu sudah kosong. Dicarinya Suzume di sekeliling rumah dan dipangilnya, namun Suzume tidak juga muncul. Kakek merasa yakin bahwa neneklah yang telah membuat Suzume pergi. Maka kakek pun menghampiri nenek dan bertanya
"Kemana Suzume? Kau pasti tahu dimana dia." "Burung pipitmu?" kata nenek, "Aku tidak tahu dimana dia. Aku tidak melihatnya sepanjang hari ini. Oh, mungkin dia jenis burung yang tidak tahu berterima kasih. Makanya dia kabur dan tak ingin kembali meskipun kau sangat menyayanginya."
Kakek tentu saja tidak percaya dengan perkataan nenek. Dia memaksanya untuk berbicara jujur. Akhirnya nenek mengaku telah mengusir Suzume dan memotong lidahnya.
Itu hukuman karena dia telah berbuat nakal" kata nenek.
"Kenapa kau begitu kejam?" kata kakek. Dia sebenarnya sangat marah, tapi dia terlalu baik untuk menghukum istrinya yang kejam. Namun dia tidak bisa berhenti mengkhawatirkan Suzume yang pasti sangat menderita.
"Betapa malangnya Suzume. Dia pasti kesakitan. Dan tanpa lidahnya dia mungkin tidak bisa berkicau lagi," pikir kakek.
Dia bertekad untuk mencari Suzume sampai ketemu besok pagi.
Esoknya, pagi-pagi sekali kakek sudah berkemas dan bersiap pergi untuk mencari Suzume. Dia pergi ke bukit lalu ke dalam hutan. Di setiap rumpunan bambu yang ditemuinya, dia akan berhenti dan mulai memanggilnya
"Dimana oh dimana burung pipitku yang malang,
Dimana oh dimana burung pipitku yang malang"
Kakek terus mencari Suzume tanpa kenal lelah. Dia bahkan lupa kalau perutnya belum diisi sejak pagi. Sore harinya, sampailah kakek di rumpunan bambu yang rimbun. Dia pun mulai memanggil lagi
"Dimana dimana burung pipitku yang malang,
Dimana? dimana burung pipitku yang malang"
Dari rimbunan bambu tersebut, keluarlah Suzume. Dia membungkukan kepalanya, memberi hormat pada kakek. Kakek senang sekali bisa menemukan Suzume, apalagi ternyata lidah Suzume telah tumbuh lagi sehingga dia tetap bisa berkicau. Suzume mengajak kakek untuk mampir ke rumahnya. Ternyata Suzume memiliki keluarga dan mereka tinggal di sebuah rumah seperti layaknya manusia.
"Suzume pasti bukan burung biasa," pikir kakek.
Kakek mengikuti Suzume memasuki rumpunan bambu. Rumah suzume ternyata sangat indah. Dindingnya terbuat dari bambu berwarna putih cerah. Karpetnya sangat lembut, bantal yang didudukinya sangat empuk dan dilapisi sutra yang sangat halus. Ruangannya sangat luas dan dihiasi ornamen-ornamen yang cantik. Kakek disuguhi berbagai makanan dan minuman yang sangat lezat, juga tarian burung pipit yang sangat menakjubkan. Kakek juga diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga Suzume. Mereka semua sangat berterima kasih pada kakek yang telah merawat Suzume dengan baik. Sebaliknya kakek pun memohon maaf atas perlakuan istrinya yang kejam terhadap Suzume.
Waktu berlalu tanpa terasa. Malam pun semakin larut. Akhirnya kakek meminta diri dan berterima kasih atas sambutan keluarga Suzume yang hangat. Suzume memohon supaya kakek menginap satu atau dua malam, namun kakek bersikeras untuk pulang karena pasti nenek kebingungan mencarinya. Kakek berjanji akan sering-sering menunjungi suzume lain waktu. Sebelum pulang Suzume memaksa kakek untuk memilih kotak hadiah untuk dibawanya pulang. Ada dua buah kotak yang ditawarkan. Satu kecil dan satu lagi besar. Kakek memilih kotak kecil.
"Aku sudah tua dan lemah," katanya. "Aku tidak akan kuat jika harus membawa kotak yang besar."
Suzume dan keluarganya mengantarkan kakek sampai keluar dari rumpunan bambu dan sekali lagi membungkukan kepalanya memberi hormat.
Setibanya di rumah, nenek langsung mencecarnya
"Kemana saja seharian? Kenapa begitu malam baru pulang?" tanyanya.
Kakek mencoba menenangkannya dan memperlihatkan kotak yang didapatnya dari Suzume. Kakek juga menceritakan pertemuannya dengan Suzume.
"Baiklah!" kata nenek. "Sekarang cepat buka kotak itu! Kita lihat apa isinya." Maka mereka lalu membuka kotak itu bersama-sama. Betapa terkejutnya mereka, ternyata kotak itu penuh berisi uang emas, perak dan perhiasan-perhiasan yang sangat indah. Kakek mengucap syukur berkali-kali atas anugrah itu. Tapi nenek yang serakah malah memarahi kakek karena tidak memilih kotak yang besar.
"Kalau kotak yang kecil saja isinya bisa sebayak ini apalagi kotak yang besar," teriaknya.
Esok paginya setelah memaksa kakek untuk menunjukkan jalan ke tempat Suzume, nenek pergi dengan penuh semangat. Kakek mencoba melarangnya, namun sia-sia saja. Setelah melewati bukit dan masuk ke dalam hutan, sampailah si nenek di tepi rimbunan bambu, maka dia pun mulai memanggil
"Dimana, dimana burung pipitku yang malang, Dimana oh dimana burung pipitku yang malang"
Suzume pun keluar dari rimbunan bambu dan membungkukan kepalanya ke arah nenek. Tanpa membuang waktu dan tanpa malu nenek berkata
"Saya tidak akan membuang waktumu. Aku datang kesini hanya untuk meminta kotak yang kemarin ditolak oleh kakek. Setelah itu aku akan pergi."
Suzume memberikan kotak yang diminta, dan tanpa mengucapkan terima kasih, nenek segera meninggalkan tempat itu.
Kotak itu sangat berat. Dengan terseok-seok nenek memanggulnya. Semakin lama kotak itu semakin berat, seolah-olah berisi ribuan batu. "Kotak ini pasti berisi harta karun yang sangat banyak," pikir nenek. Dia sudah tidak sabar ingin mengetahui isi kotak tersebut. Maka dia menurunkan kotak itu dari punggungnya dan lalu membukanya. Wush!!! Dari dalam kotak itu keluar ribuan makhluk yang menyeramkan dan mengejar nenek yang langsung lari terbirit-birit. Beruntung nenek bisa sampai di rumahnya meski jantungnya serasa mau putus. Kepada kakek dia menceritakan apa yang dialaminya.
"Itulah hukuman bagi orang yang serakah," kata kakek. "Semoga ini menjadi pelajaran buatmu."
Sejak saat itu nenek tidak pernah lagi mengeluarkan kata-kata kasar dan selalu berlaku baik pada orang lain. Dan mereka berdua hidup bahagia selamanya.

tamat.

kisah dua orang saudara

selasa,25,11,2008

Adalah seorang raja di Turki yang memiliki seorang putra dan seorang putri. Ketika raja wafat, putranya menggantikan dirinya menaiki tahta. Hingga suatu hari putra raja tersebut menyadari bahwa mereka telah pailit. Harta kekayaan mereka yang dulu berlimpah kini menyusut.
“Adikku mari kita pergi dari istana ini!” kata Putra raja suatu hari. “Kita telah kehilangan harta kita. Dan sebelum orang lain mengetahuinya, kita harus pergi jauh kemana tidak seorang pun mengenal kita. Dengan begitu kita akan terhindar dari rasa malu dan penghinaan.”
Malamnya, saat semua orang sedang terlelap, mereka menyelinap dan bergegas meninggalkan kerajaan. Mereka terus berjalan tak tentu arah melewati padang gersang yang hampir tanpa batas. Panas matahari yang membakar membuat mereka kehausan dan hampir pingsan. Tiba-tiba mereka menemukan genangan air di depan mereka.
“Adikku,” kata Putra raja, “aku tidak sanggup lagi menahan rasa haus ini. Sebaiknya kita minum saja air genangan itu.”
“Tapi kak, bagaimana kita tahu kalau itu adalah air yang bisa diminum,” kata Putri. “Lebih baik kita berjalan lebih jauh sedikit. Siapa tahu kita bisa menemukan kolam atau mata air, dan kita bisa minum di sana!”
“Tidak! Aku tidak sanggup melangkah sebelum rasa hausku hilang,” tolak Putra raja. Putri terpaksa menciduk air genangan itu dan memberikannya pada Putra yang segera meminumnya tanpa sisa. Dan wuzz, Putra raja tiba-tiba berubah menjadi seekor Kijang. Putri menangisi nasib saudaranya. Namun apa daya nasi telah menjadi bubur. Mereka tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan wujud Putra ke bentuk aslinya.
Mereka memutuskan untuk meneruskan perjalanan mereka hingga tiba di sebuah mata air yang sangat luas. Di sana mereka memutuskan untuk beristirahat.
“Adikku. Naiklah ke atas pohon! Aku akan pergi mencari makan,” kata Putra.
Putri memanjat pohon di pinggir mata air tersebut sementara Putra pergi berburu. Tidak berapa lama ia kembali membawa seekor ayam hutan. Lalu Putri memasaknya untuk dimakan mereka berdua. Demikianlah mereka bertahan hidup dari hari ke hari dan minggu ke minggu.
Suatu pagi seperti biasa Putri duduk di atas ranting pohon di pinggir mata air sementara Putra pergi berburu. Kebetulan seorang pekerja dari kerajaan yang menguasai wilayah itu datang untuk memberi minum kuda-kuda Raja. Kuda-kuda itu memang terbiasa minum di mata air karena airnya yang sangat jernih. Namun pagi itu kuda-kuda tersebut melihat bayangan Putri terpantul di permukaan mata air dan membuat kuda-kuda itu ketakutan. Pekerja istana mengira air yang diambilnya untuk memberi minum kuda-kuda itu kotor sehingga mereka menolak untuk meminumnya. Ia segera mengganti air di wadah dengan yang baru. Tapi tetap saja mereka menolaknya. Pekerja itu segera melaporkan kejadian itu kepada Raja.
“Mungkin airnya kotor,” kata Raja.
“Tidak Tuan. Saya sudah menggantinya berkali-kali dengan air yang baru langsung dari mata air, “ jawab Pekerja.
“Kembalilah ke sana dan periksalah di sekitar mata air, mungkin ada sesuatu yang membuatnya takut,” perintah Raja.
Pekerja itu kembali ke mata air. Setelah memeriksa dengan teliti, ia melihat bayangan seorang gadis yang sedang bertengger di ranting pohon terpantul di permukaan mata air. Dengan terkejut ia bergegas melaporkannya kepada Raja. Raja tentu saja penasaran. Ia segera pergi ke mata air untuk melihat sendiri gadis tersebut. Raja terpesona saat melihat kecantikan Putri yang bagaikan sinar bulan.
“Wahai Gadis yang cantik, siapakah anda? Jinkah atau Peri?” seru Raja.
“Aku bukanlah Jin ataupun Peri melainkan adalah manusia biasa,” jawab Putri.
“Sudikah anda untuk turun kemari dan menemuiku,” pinta Raja.
“Ampun Tuan, aku tidak bisa karena aku telah berjanji pada saudaraku,” tolak Putri.
Mula-mula Raja mencoba membujuknya supaya ia mau trun dari atas pohon, namun tidak berhasil. Lama-lama Raja menjadi kesal dan marah. Ia menyuruh pengawalnya untuk merobohkan pohon tersebut. Para pengawal menghunus pedangnya masing-masing dan mulai menebang cabang-cabangnya. Namun ketika pekerjaan mereka hampir selesai, sore pun tiba. Mereka memutuskan untuk meneruskannya esok hari. Ketika para penebang pergi, Putra datang dan heran melihat keadaan pohon yang menjadi gundul. Ia bertanya pada adiknya tentang apa yang telah terjadi. Putri menjelaskan bahwa Raja menyuruhnya turun namun ia menolaknya.
“Kau telah melakukan hal yang benar, adikku. Jangan turun, apapun yang terjadi,” perintah Putra.
Ia kemudian menjilati pohon itu. Ajaib, pohon yang telah kehilangan banyak cabangnya itu kembali menumbuhkan cabangnya lebih lebat dari semula. Para Pemburu terkejut melihat cabang pohon yang tumbuh lebih lebat dari sebelumnya. Namun tanpa mengeluh mereka kembali memotong-motong cabang pohon itu. Sayang sore keburu datang sebelum mereka dapat menumbangkan pohon itu dan memutuskan untuk kembali esok hari. Seperti kemarin, pohon itu kembali bercabang lebih lebat ketika para pemburu itu datang kembali. Dengan putus asa mereka menghadap Raja dan menceritakan semuanya.
Raja mencari cara lain untuk mewujudkan keinginannya. Ia menemui seorang Nenek sihir dan menawarkan sejumlah hadiah seandainya ia dapat membuat si Gadis turun dari pohon.
“Serahkan padaku Tuan!” katanya.
Nenek sihir pergi ke tepi mata air dengan membawa sebuah ketel. Berpura-pura buta ia mengisi ketel yang sengaja ia taruh terbalik sehingga tentu saja airnya tumpah.
“Nenek, anda menaruh ketelnya terbalik! Airnya jadi tumpah nek,” teriak Putri dari atas pohon.
“Oh Nak,” kata Nenek sihir “Dimanakah kamu? Aku tak bisa melihatmu? Bisakah kau membantuku membalikkan ketelnya?” Namun Putri teringat pesan kakanya, maka ia mengurungkan niatnya untuk menolong si Nenek.
Esoknya Nenek sihir itu datang lagi. Ia berjongkok di bawah pohon, menyalakan api dan seolah-olah hendak memasak makanan. Namun bukannya makanan yang ia masukkan ke dalam penggorengan melainkan abu dan batu.
“Nenek buta yang malang, yang kau masukkan itu bukan makanan tapi abu dan batu!” teriak Putri dari atas pohon.
“Aku buta nak!” kata Nenek itu pura-pura marah. “Kalau kau baik hati, turunlah dan Bantu aku!”
Sekali lagi usaha Nenek sihir tidak berhasil karena Putri tetap bertahan untuk tidak turun dari atas pohon.
Pada hari ketiga Nenek sihir kembali datang. Kali ini ia membawa seekor kambing untuk disembelih. Kemudian ia sengaja tidak menyembelih kambing itu dengan mata pisau melainkan dengan gagangnya. Putri yang menyaksikan peristiwa itu, kali ini benar-benar merasa kasihan. Tanpa pikir panjang ia segera turun dari pohon untuk menolong si Nenek. Tapi tiba-tiba hups…Raja yang sedari tadi bersembunyi di semak-semak menangkapnya dan membawanya ke istana. Raja begitu mengagumi kecantikan Putri sehingga ia ingin sekali menikahinya. Namun dengan tegas Putri menolaknya sebelum Raja menemukan saudaranya. Singkatnya para pengawal menemukan Putra yang masih berwujud Kijang dan membawanya ke istana.
Sejak tinggal di istana, Putra dan Putri selalu bersama. Bahkan mereka tidur di kamar yang sama. Ketika akhirnya Raja menikahi Putri, Putra tetap tidur bersama mereka. Setiap kali mereka hendak beristirahat, Putra akan mengelus Putri dengan keningnya sebagai tanda kasih sayangnya.
Waktu berlalu begitu cepat bagi insan yang berbahagia. Namun kebencian juga muncul di hati seorang Gadis pelayan berkulit hitam yang keinginannya untuk mendapatkan Raja tak terwujud. Ia menanti kesempatan untuk membalaskan sakit hatinya pada Putri yang merebut cintanya.
Di sekitar istana ada sebuah taman yang sangat indah dan di tengahnya ada sebuah kolam yang besar. Di sinilah biasanya Putri menghabiskan waktu senggangnya. Biasanya untuk menikmati minuman segar dari cangkir emasnya. Dan dengan sepatu peraknya ia berjalan-jalan di sekeliling kolam. Suatu sore saat Putri sedang berdiri di pinggir kolam, pelayan itu datang dan mendorong putri hingga terjatuh ke dalam kolam. Di dalam kolam itu ada seekor ikan yang sangat besar. Begitu tubuh Putri tercebur, ikan raksasa itu segera menelannya.
Si pelayan lalu pergi ke kamar Putri dan mengganti baju yang dipakainya dengan pakaian Putri. Tak berapa lama Raja datang dan heran melihat wajah Putri yang begitu berubah.
“Tadi aku jalan-jalan di taman dan matahari begitu menyengat sehingga wajahku terbakar,” katanya berbohong.
Raja yang tidak menaruh curiga mencoba menghiburnya dengan memeluknya. Namun Putra segera mengetahui bahwa Gadis itu bukan saudaranya. Ia mendorongnya sehingga Gadis itu ketakutan. Ia memutuskan untuk menyingkirkan Putra karena dianggapnya berbahaya.
Suatu hari putri berpura-pura sakit. Ia membayar seorang tabib untuk menyatakan bahwa ia hanya bisa sembuh jika ia makan hati seekor kijang. Raja lalu meminta izin untuk menyembelih saudaranya.
“Apa hendak dikata,” desah Gadis itu. “Jika ia tidak mau memberikan hatinya, maka aku akan mati. Lagipula kalau ia mati maka penderitaannya akan berakhir. Ia tidak perlu menjadi seekor Kijang lagi.”
Maka Raja menyuruh para pelayan untuk menyiapkan pisau yang tajam dan air yang mendidih.
Putra yang malang menyadari bahwa ia dalam bahaya. Ia segera berlari ke pinggir kolam dan memanggil-manggil adiknya.
“Oh adikku…
Pisau tajam tlah disiapkan
Air mendidih tlah dituangkan
Cepat tolonglah aku!”
Lalu terdengar suara Putri dari dalam kolam “Inilah aku di perut ikan
Di tanganku cangkir emasku
Di kakiku Sepatu perakku
Dan di pangkuanku pangeran tampan”
Raja dan pengawalnya datang dan mendengar suara Putri dari dalam kolam. Segera ia memerintahkan untuk menangkap ikan itu dan membelahnya. Benar saja, di dalamnya Putri duduk memangku seorang bayi. Ternyata ia melahirkan saat berada di dalam perut ikan. Sementara itu Putra tanpa sengaja terkena cipratan darah ikan ketika ikan itu dibelah. Dan lo! Ia pun kembali menjadi manusia. Mereka semua gembira bisa berkumpul kembali.
Raja kemudian memanggil Putri palsu.
“Pilihlah mana yang lebih kau sukai 40 pedang atau 40 kuda?” tanya Raja.
“Pedang adalah untuk membunuh musuhku. Aku memilih Kuda yang bisa kutunggangi,” jawab Putri palsu.
Pelayan wanita itu akhirnya tewas setelah ke 40 kuda tersebut menyeretnya dan menginjak-injaknya.
Kini Raja, Putri, Putra dan Pangeran kecil kembali hidup damai dan bahagia untuk selamanya.