Jumat, 14 November 2008

kisah domia

Gong dari besar di suatu kampung dibunyikan. Penduduk kampung sudah tahu, Jika gong dibunyikan, berarti ada keadaan penting. Merekapun bergegas mendatangi rumah itu. Rupanya, ada seorang wanita yang akan melahirkan bayi. Namun bayinya tak juga mau keluar. wanita sangat khawatir. Sebelumnya, sudah dua kali bayinya meninggal. Sambil kesakitan ia berdoa dan bernazar, "Jubata, tolonglah agar anakku lahir dengan selamat. Lelaki atau perempuan, anak ini akan kupersembahkan menjadi pelayanmu! "Jubata adalah dewa tertinggi suku Dayak. Jubata adalah perantara antara manusia dan Tuhan. wanita yakin Jubata akan menolongnya. Dan… tiba-tiba keluar suara tangis bayi yang memecah keheningan. Seluruh penduduk desa menyambut gembira. "Ia lahir dengan selamat! Bayi yang cantik! Kulitnya bersih. Hidungnya mancung. Alisnya tebal. Bulu matanya lentik," seru para wanita. Karena sangat cantik, bayi perempuan itu dinamakan Domia. Dalam bahasa Dayak, Domia berarti dewi.
Seperti ramalan banyak orang, Domia tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Banyak pria yang melamarnya. Namun Domia menolaknya. Sebab ia terikat nazar ibunya pada Jubata. Domia ditakdirkan menjadi pelayan Tuhan, atau imam wanita. Seorang imam tak boleh menikah. Tak seorang pun bisa membatalkan nazarnya. Kecuali Jubata sendiri yang ingin mencabutnya.
Meskipun demikian, Domia jatuh cinta pada pemuda. Pemuda itu pun mencintai Domia. Namun pemuda itu heran. Karena Domia tak mau menikah dengannya.
dan pada suatu hari yang panas, pergilah pemuda itu memancing. Namun, karena tak ada seekor ikanpun yang didapatnya, ia lalu pergi ke hulu sungai. Di tengah jalan, pemuda itu terhenti! Ia melihat Domia sedang mencuci pakaian. Pemuda itu langsung menghampiri gadis pujaan hatinya.
"Domia, mengapa kau tak mau menjadi istriku?" tanya pemuda itu.
Mendengar pertanyaan itu, Domia terkejut. Gadis cantik itu akhirnya berterus terang. Ia bercerita tentang nazar ibunya pada Jubata ketika melahirkannya. Betapa sedih hati pemuda itu mendengar cerita domia. Ia tahu, nazar pada Jubata hanya bisa dibatalkan oleh Jubata sendiri. Tapi… kemana ia harus mencari Jubata?
Karena cintanya pada Domia, si pemuda itu pun mengembara. Siang berganti malam. Malam menjelang pagi. Setelah enam hari mengembara, sampailah ia di Bukit. pemuda itu pun beristirahat dan tertidur pulas di bawah pohon rindang. Begitu bangun, hari sudah pagi. Berarti ini hari ketujuh pengembaraanya mencari Jubata.
Ketika akan melangkah pergi, pemuda itu terkejut. Ia melihat sebuah sumpit tergeletak di tanah. Di hutan belantara tak berpenghuni ini ada sumpit? Dari mana asalnya? pemuda itu segera memungutnya. Di hutan belantara seperti ini, sumpit tentu sangat berguna, pikirnya. pemuda itu pun meneruskan pengembaraanya. Ketika melintasi sebongkah batu, ia tiba-tiba teringat pada nasihat ibunya. Ketika masih kecil, saat menemani ibunya mencuci pakaian di atas batu, ibunya selalu berkata, "Jangan sekali-kali engkau mengambil benda milik orang lain tanpa izin!"
Seketika pemuda berbalik, meletakkan sumpit itu ke tempat semula. Sumpit itu bukan miliknya. Mungkin milik pemburu yang lewat di daerah itu.
Maka pemuda itu pun meneruskan perjalanannya mencari Jubata. Badannya lelah. Ia merasa lapar dan dahaga. Tapi begitu ingat akan Domia, ia menjadi bersemangat kembali. Tiba-tiba ia mendengar suara desisan. Sekelebat melintas seekor ular. Ia berhenti di depan si pemuda. Lidahnya kecil panjang bercabang. Badannya yang tadi melingkar, ditegakkan. si pemuda sadar kalau ia harus waspada. Tangan kanannya kini meraih ranting. Diputar-putarnya ranting itu. Lalu dengan cepat tangan kirinya menyambar leher si ular tedung. Ular itu rupanya terpedaya oleh gerak tipunya. Dilemparnya ular itu jauh ke tepi jurang. setelah pertistiwa itu, terdengarlah langkah kaki. Rupanya ada orang yang menonton perkelahian si pemuda melawan ular. Semula si pemuda curiga. Namun wajah pemuda yang menontoninya itu tampak ramah. "Aku pangeran di kerajaan dekat sini, putra bungsu raja hutan di sini," ujarnya. pangeran itu bercerita, sudah dua hari ia berburu. Namun tak berhasil menangkap apapun. Ini gara-gara senjatanya hilang. Ia juga bercerita bahwa ayahnya menyuruhnya rajin berlatih menyumpit. Terutama menyumpit binatang liar yang bergerak cepat. Sekarang si pemuda tahu siapa pemilik sumpit yang ditemukannya tadi. Ia mengajak sang pangeran ke tempat sumpit itu. Benda itu masih ada di sana. Karena gembira, sang pangeran mengundang si pemuda bermalam di istananya. Ia ingin mengenalkan sahabat barunya kepada keluarganya. Bahkan, ia pun ingin menjadikan si pemuda menjadi saudara angkat. Walau ia sudah mempunyai enam orang kakak.
Sejak itu, si pemuda diizinkan tinggal di istana. Raja dan ratu sangat menyayanginya seperti anak kandung sendiri. sang pangeran dan si pemuda pun selalu bersama kemanapun mereka pergi. Suatu hari, "Jaga Si Bungsu baik-baik," pesan Raja pada si pemuda dan keenam putranya saat mereka akan pergi berburu. si pemuda mengangguk. Tapi enam saudara kandung si bungsu tak menjawab. Mereka tidak menyukai si pemuda. Mereka merasa Ratu dan Raja hanya memperhatikan Si Bungsu dan si pemuda. Mereka lalu membuat rencana mencelakakan salah satu dari si pemuda atau Si Bungsu. Setibanya di hutan, mereka harus berpencar. si bungsi mendapat tempat yang agak mendaki. Dan si pemuda ke tempat yang menurun. Keenam kakak si bungsu sengaja memisahkan mereka berdua. Namun ketika keenam orang itu sudah pergi, diam-diam si pemuda membuntuti si bungsu. Ia tahu, keenam orang itu sengaja menyuruh si bungsu ke tempat yang berbahaya. "Berhenti! Jangan lewat gua itu!" teriak si pemuda pada Si Bungsu. si pemuda tahu, di gua itu hidup sekawanan kelelawar. Gigi dan cakar hewan-hewan itu sangat tajam. "pangeran, tiarap!" teriak si pemuda saat melihat gumpalan-gumpalan hitam keluar dari mulut gua. Tetapi terlambat. Si Bungsu kini dalam kepungan kelelawar. Dengan tangkas, si pemuda mencabut mandau. Ia menebas ke segala arah. Satu persatu binatang gua itu dikalahkannya. Kini tinggal raja kelelawar yang bertubuh besar. Kali ini si pemuda menggunakan sumpitnya. "FUUHH!" Hanya dengan sekali tiupan, robohlah si raja kelelawar. Si Bungsu pun selamat. Keduanya lalu pulang. si bungsu menceritakan peristiwa itu pada ayahnya. Raja sangat takjub mendengarkan cerita ketangkasan si pemuda. Ia sangat bahagia karena putra kesayangannya selamat. "Mintalah apa saja yang kau inginkan," ujarnya pada si pemuda. "Hari ini juga akan segera kupenuhi." Pada saat itu si pemuda baru sadar. Ayah si bungsu ternyata adalah Jubata itu sendiri. Inilah saat yang diimpikan si pemuda. Meski agak ragu, si pemuda pun berkata, "Aku memohon bukan untuk diriku. Untuk orang lain. Sudilah kiranya Raja membebaskan Domia, dari nazar ibunya."
Jubata ingat. Tujuh belas tahun lalu, seorang ibu kesulitan bermelahirkan. Karena putus asa, ibu tua itu bernazar. Dan kini si pemuda meminta agar nazar itu dilepaskan. Jubata yang bijaksana mengerti. Berbuat baik jauh lebih penting daripada memegang teguh sebuah sumpah. "Permohonanmu ku kabulkan," ujarnya. "Apakah tandanya?" tanya si pemuda. Melihat keraguan putra angkatnya, Raja masuk ke kamarnya. Begitu keluar, tangannya memegang setangkai anggrek hitam. Yang hanya tumbuh di halaman istana Jubata.
"Inilah tandanya," sahut Jubata. Anggrek itu lalu diserahkannya pada Ikot Rinding. "Begitu Domia menerima sendiri dari uluran tanganmu, bunga ini segera berubah warna. Itulah pertanda. Bahwa nazar ibunya telah kulepaskan. " Usai menerima anggrek hitam itu, si pemuda bergegas meninggalkan istana. Ia telah sangat rindu pada Domia. Perjalanan panjang ditempuhnya tanpa rasa lelah. Tak terasa, tibalah ia di kampung domia. Anggrek hitam itu pun ia serahkan pada Domia. "Pejamkan matamu…" pinta Ikot Rinding. Tanpa banyak bertanya, Domia menurut. "Nazar ibumu akan dilepaskan Jubata. Sebagai tanda, anggrek hitam di genggamanmu akan berubah warna." Ketika membuka matanya kembali, Domia melihat anggrek hitam telah berubah warna. Jadi butih bersih. Indah berseri bagai anggrek bulan. Domia telah terlepas dari nazar. Sepasang kekasih itu tak hentinya mengucap syukur pada Jubata. Dan keduanya hidup bahagia sampai masa tua mereka.

tamat.

Tidak ada komentar: